0

BUKAN 5 CM

Posted by Santosa-is-me on 11:00 PM in
"Sebuah negara tidak akan kekurangan pemimpin hebat jika pemudanya masih suka menjelajah hutan dan mendaki gunung." - Sir. Henry Dunnant

"Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahi dan jangan pernah takut melangkah, hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya." - Soe Hok Gie

"Bukan gunung yang kita taklukkan, melainkan diri kita sendiri." - Edmund P. Hillary

"Aku sekarang sedang berjalan menuju alam bebas." - Jon Krakauer

Gue nggak bakal nambah awalan posting kali ini dengan puisi. Cukup quote hebat di atas aja dah. 

Om om satu ini matinya di gunung, kalo gue belum nikah,
jadi belom kepengan mati di gunung
Ceritanya gue baru aja habis mendaki gunung. Et salah deng, bukan gunung, lebih tepatnya bukit. Di daerah gue nggak ada gunung. Entah ini berkah atau apa, tempat tinggal gue nggak berada dalam Pasific Ring of Fire, Jadi boleh dibilang, tempat gue rada minim resiko gempa, tapi dilain sisi juga nggak ada gunung yang tinggi di sini.

Gue sebenarnya bukan seorang pendaki gunung yang tulen. Gue bahkan kagak pernah masuk grup pencinta alam manapun. Gue nggak begitu ngerti segala perlengkapan untuk pendakian. Yang gue tau soal pendakian cuma satu: Ngedaki bukit itu ke atas bukan ke samping (kok kayak iklan. Iklan apaan ya?)
Lelaki yang tiada duanya namun sering di duakan...
Tapi yang harus gue bilang adalah gue suka petualangan. Gue suka alam bebas. Dari jaman SMA gue doyan ikutan temen-temen pergi mendaki bukit. Yah, walau gue lebih banyak ngerepotin, namun bagi gue mendaki bukit, selalu menjadi pengalaman yang mengasyikkan. Tentu selain juga melelahkan. Bahkan jaman SMA aja gue pernah ikutan lomba Lintas Alam Khatulistiwa, sebuah lomba (yang sebenarnya) untuk para anak pecinta alam tingkat SMA. Walau berakhir dengan nggak menang bahkan malah berantem dengan rekan satu tim, bagi gue pengalaman tersebut tetap menyenangkan.

Pasca SMA gue juga masih sering naik bukit. Minimal biasanya setahun atau dua tahun sekali pasti deh gue berangkat sama temen-temen buat menikmati hidup di alam bebas. Yah, walau bukit yang dinaiki itu-itu aja. Nggak apa-apa, namanya juga pendaki amatiran. Lagian gue juga nggak punya referensi bukit apa yang bisa gue daki lagi.

Cuma, pasca kuliah itu juga, entah bagaimana badan gue jadi melar kayak abis direndem pake minyak tanah. Bertambahnya berat badan ini berakibat fatal, yaitu menurunnya vitalitas diatas tempat tidur. Eh salah, maksudnya kebugaran gue. Akibatnya sering kali gue lebih banyak memilih jadi tukang jaga tenda di bawah, sementara temen-temen gue mendaki bukit. Gue emang manusia yang pancasilais, rela berkorban dan lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan gue sendiri (sebenarnya sih karena gue males dan stamina gue nggak kuat buat mendaki).

Hampir dua tahun vakum nggak ikut mendaki, kemaren gue dapet ajakan lagi buat pergi menuntaskan hasrat petualangan dalam diri gue yang mengelegak-menggelegak (ini rada lebay emang kalimatnya, harap maklum). Kebetulan pula, sekarang berat badan gue udah rada turun dan fisik jauh lebih bugar. Maka berangkatlah gue dengan senang hati.

Gue berangkat berenam. Dan kita nggak ada bakat main film. Jadi kita nggak pake acara nggak ketemuan dulu selama tiga bulan, terus naik kereta dan berencana kalau selesai naik bukit kita bakal saling nembak atau menyatakan cinta. Selain karena ini emang bukan film 5 cm, lebih utamanya lagi karena kita semua cowok, dan masih normal semua.
Maafkan kami yang nggak sekeren mereka....
Hanya saja, gue mungkin salah perhitungan. Gue berangkatnya dengan lima orang bocah tanggung yang ternyata minim pengalaman dalam pendakian. Hanya dua diantaranya yang pernah naik bukit kayak gini sebelumnya. Yang lain nggak. Kalaupun pernah, mereka berangkatnya dalam rombongan besar. 

Maka rekap yang bisa gue laporkan dari keberangkatan gue naik bukit kemaren adalah tenda sama sekali nggak dipersiapkan, bahan makanan kurang, dan juga tersesat di dalam hutan. Lengkaplah sudah penderitaan kali ini.

Tapi gue cukup senang sebenarnya, karena berkumpul dengan bocah-bocah ini gue jadi berasa muda lagi (yah walaupun gue sebenarnya emang masih muda). Banyolan mereka yang absurd, nekatnya mereka yang bikin pendakian jadi kayak main-main (gara-gara ini mereka nyaris aja masuk jurang), dan semangat muda mereka yang nggak ada habisnya ngingatin gue ke jaman gue baru-baru lulus SMA dulu. Ternyata cepat ya waktu udah berjalan.
Sekilas terlihat konyol tapi kalo nggak hati-hati, mereka bisa menjatuhkanmu ke jurang
And then, pulang-pulang gue kemudian malah dapat kabar gembira. Kegembiraan yang menghapus galau gue di sepanjang akhir November kemaren. 

Dan untuk menutup posting gue kali ini gue cuma mau bilang bahwa ada satu pelajaran penting yang bisa gue ambil. Yaitu, bahwa mendaki itu bukan soal bagaimana atau seberapa cepat kita mampu mencapai puncak, tapi kebersamaan untuk sama-sama mencapai puncak. Dan kamu, ya kamu.... sinikan tanganmu, ayo kita menuju puncak sama-sama... dan jangan lupa pakai jilbabnya, lebih cantik soalnya....
Formasi ideal: 3 orang pendaki pemula, 2 pendaki dengan jam terbang seadanya,
dan 1 pendaki yang lumayan punya jam terbang, namun dengan kemalasan di atas rata-rata...

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 BIG RHINO WHO WANTS TO FLY All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.