1

MENEMBUS MEDIA

Posted by Santosa-is-me on 9:57 PM in
Sebenarnya gue agak malu buat ngaku sebagai penulis. Karena apa? Ya karena menurut gue yang namanya penulis itu dilihat dari karyanya. Seorang koki disebut koki ya karena dia masak. Kalau lagi nggak masak, kita nggak tau kalo dia koki apa bukan. Koki dinilai dari masakan yang dihasilkan. Begitupun penulis. Disebut penulis karena dia menulis, bukan cuma karena dia ngaku-ngaku. Dan seorang yang menulis akan dinilai kualitasnya dari karyanya.

Gue masih menganggap gaya penulisan gue cetek banget. Gue selalu terpengaruh dengan gaya-gaya kepenulisan dari para penulis favorit gue. Dee yang kerap kali mengangkat tema remeh dan menambah value di dalamnya hingga sanggup jadi sebuah karya yang menyenangkan untuk dibaca. Kurnia Effendi dengan ceritanya yang romantis, dewasa dan penuh cinta. Atau ngikut-ngikut Seno Gumira Ajidarma yang penuh metafora dengan level keabsurdan tingkat tinggi. Sesekali nyontoh pula Aditya Mulya yang kocak nan menghibur. Rada nyontek Fahd Djibran yang penuh perenungan dan filsafat mendalam. Atau yang terbaru terinspirasi dengan Benz Bara aka Bernard Batubara, penulis asal Kalimantan Barat juga yang berhasil jadi penulis beken.
Penulis buku ini masih sekampung sama gue...
Nama-nama besar itu bagi gue adalah guru menulis gue. Gue jauh dari kata pandai "menulis." Tentu menulis yang nggak sekedar menulis. Daya imajinasi gue masih cetek, masih perlu banyak belajar, dan perlu banyak membaca. Gue masih mencari-cari seperti apa sih karakter kepenulisan gue.

Tapi, ada satu hal yang sering kali salah dilakukan oleh para penulis pemula seperti gue ini. Kita terlalu sibuk memikirkan soal hal-hal lain ketimbang lebih dulu bikin karya semisal : Bagaimana caranya menembus media.

Dunia kepenulisan sekarang makin ketat. Dan nggak malu-malu lagi para calon penulis muda ini menjadikan perkerjaan penulis menjadi salah satu pilihan karir. Tapi apa semudah itu? Yang namanya pilihan karir tentu menyangkut kesejahteraan hidup, menyangkut honor, menyangkut masa depan. Dan kalau udah ngomongin materi gini, maka impian semua penulis pemula semua sama: menembus media, nerbitin buku, jadi best seller, hidup sampai tua kaya raya.

Tapi dengan makin banyaknya penulis muda yang nggak kalah berbakat, persaingan menembus media juga kian ketat. Gue sendiri pernah beberapa kali sukses menembus media. Kebanyakan memang media lokal tapi juga pernah beberapa kali menembus media nasional. Untuk Pontianak sendiri, honor menulis memang terbilang sangat kecil. Beda dengan di media-media nasional. Sebutlah macam Kompas atau Tempo yang memang menyediakan rubrik cerpen. Di dua media itu gue pernah nyoba beberapa kali mengirim dan dengan karya yang gue anggap terbaik. Namun hasilnya nihil. Tapi gue maklum juga sih, karena gue harus bersaing dengan nama-nama beken yang selain udah punya nama, mereka juga punya karya yang emang bagus.

Terus gimana dong buat para penulis buat bisa beken, populer dan kaya jika menembus media aja sulit. Sebenarnya bisa aja sih dengan cara menerbitkan sendiri. Bahkan banyak karya sukses yang aslinya adalah karya terbitan Indie. Sebut misalnya Laskar Pelangi yang aslinya hanya sebuah novel terbitan indie yang mau dihadiahkan om Andrea Hirata. Atau E.L. James yang nulis Fifty Shades of Grey yang awalnya merupakan cerita berseri di sebuah Fan Page penggemar Twillight. Itu cuma dua contoh, sebenarnya banyak penulis lain yang juga mulai beralih menerbitkan bukunya sendiri.

Bahkan kalo soal uang, sebenarnya menerbitkan sendiri itu jauh lebih menguntungkan penulis. Beda dengan media dan penerbit yang jika seandainya kita berhasil menerbitkan buku mesti banyak dipotong biaya sana-sini, kalo nerbitin sendiri kita bebas nentuin harga, mau keuntungan berapa, dan mau nyetak berapa banyak juga.

Tapi lagi-lagi semua balik ke karyanya sendiri. Selama bagus sih mau di terbitin di media, atau menerbitkan sendiri, atau membiarkannya dinikmati secara gratis oleh orang lain, nggak akan jadi masalah. Si penulis gue yakin akan tetap mendapatkan penghargaan yang sesuai. Jadi lagi-lagi balik ke karya. 

Jadi pesan gue buat para penulis pemula, jangan pusing-pusing atau capek-capek mikirin gimana caranya nembus media, atau gimana caranya biar bisa nerbitin buku. Jangan! Tugas penulis itu cuma satu: bikin karya sebaik-baiknya. Kalau udah, cepat atau lambat orang-orang akan mengapresiasinya.
Scot Fitzgerald, rambutnya H. Lulung mah kalah...
Tapi jangan sampai kayak Scot Fitzgerald ya, yang mana novel Jay Gatsby-nya baru booming setelah dia udah mati duluan. Dia nggak sempat menikmati hasil dari karya luar biasanya tersebut. So, pilihan ada ditangan kita sendiri, mau tetap berjuang nembus media, atau nyoba menerbitkan sendiri. Terserah. Cuma satu hal aja deh: Jangan pernah berhenti menulis.


1 Comments


Hmm pencerahaan. Harus lebih giat lagi nih gue. Masih butuh banyak belajaar. :)
Anyway, salam kenal ya. Baru pertama mampir di sini nih.

Posting Komentar

Copyright © 2009 BIG RHINO WHO WANTS TO FLY All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.