4

DUA CERITA DARI DUA FILM TAK TERDUGA

Posted by Santosa-is-me on 5:38 PM in
Ya ampun, apa kabarnya nih blog??? Ditinggal udah sekian lama.

Sorry banget ya, gue kemaren-kemaren agak rada nggak aktif buat ngeblog dulu. Maklum kemaren itu sedang patah hati, jadi butuh waktu buat menenangkan diri dan memperbaiki hati. Gue kalau patah hati emang gitu, parah banget.

Untungnya, masih banyak hal-hal yang bisa gue jadikan pelarian ketika gue sedang patah hati. Traveling, makan, ngumpul bareng teman, kerja lembur dan nonton film. Jujur, patah hati bisa bikin gue bangkrut sebenarnya. Selain kerja lembur, kesemua aktivitas yang gue jadikan pelarian itu butuh biaya yang nggak sedikit. Liat aja misalnya makan, sekali makan gue bisa ngabisin duit cukup banyak. Apalagi kalau lagi patah hati gini, gue makannya suka kalap.

Kalau patah hati terus jadi gendut, doa gue suka jahat...

Udahlah, lupakan patah hati gue yang nggak penting. Kali ini gue justru pengen cerita tentang dua film yang gue ketemuin dalam proses gue memperbaiki hati. Dua film dari dua negara yang menurut gue sering kita underestimate soal film berkualitas. Yang satu film India dan yang satu film Indonesia.

Nah gue mulai dari film India dulu. Semenjak gue udah meninggalkan dunia alay dan hidup lebih sedikit serius, gue nggak terlalu sering lagi ngikutin film-film India. Kalau gue ingat-ingat lagi, film India terakhri yang gue tonton adalah PK yang dimainin sama Aamir Khan. Selain itu, gue nggak benar-benar tahu film India apa saja yang beredar di pasaran. Gue juga udah nggak tahu gimana kabarnya Shahrukh Khan, Salman Khan, Kereena Kapoor atau Aishwarya Ray.


Kalau gue fikir-fikir lagi, asumsi soal film India memang rada jelek. Film India itu, kalau nggak norak, alay, cinta-cintaan yang paling cuma nyanyi dan nari doang. Pikiran seperti ini sebenarnya nggak sepenuhnya benar juga. Kan masih ada lesung pipitnya Preity Zinta. Bayangin dia udah hampir 40 tahun tapi belum nikah-nikah juga. Kejombloan gue mah belum seberapa (ini kok malah jadi ngegosip sih?)

Salah satu film yang gue baru saja tonton berjudul "Lunchbox" atau yang dalam bahasa aslinya berjudul "Dabba." Awalnya gue nggak tahu, Lunchbox ini film tentang apaan. Apakah tentang anak-anak yang dikasih kotak makan sama ibunya terus dia jadi jatuh cinta sama ibunya sendiri (imajinasi yang mengerikan), atau seorang anak yang drop out dari kuliahnya di harvard kemudian berniat membuat sebuah jejaring sosial yang menjual kotak makan plastik dengan harga mahal yang digilai oleh ibu-ibu? (antara sejarah facebook dan tuperware yang tercampur).

Kalau di Indonesiakan, judulnya jadi: "Rantang"

Sebenarnya, film ini tergolong romance. Bercerita tentang dua orang anak manusia tak saling kenal yang terhubung karena kotak makan yang tertukar (mungkin filmnya sendiri terinspirasi dari sinetron Putri yang ditukar, Indonesia harus bangga). Saajan Fernandes (Irfan Khan) seorang karyawan diambang masa pensiun dan diharuskan melatih penggantinya Shaikh (Nawazudin Siddiqui) yang punya karakter bertolak belakang dengan dirinya. Sementara Ila (Nimrat Kaur) seorang istri muda yang merasa kehidupan rumah tangganya tidak berjalan baik. Kotak makan yang diniatkan Ila untuk suaminya, malah nyampe ke Saajan. Dari sanalah surat-menyurat mereka membuat mereka jadi saling jatuh cinta.

Film ini memang berkisah tentang cinta orang dewasa dan masalah orang dewasa. Begitu heartwarming sekaligus bersimpati karena bisa jadi problem di dalam film tersebut memang juga jadi problem kita-kita ini para orang dewasa. Kejenuhan dalam rumah tangga, kesepian, post power syndrom dan segala macam problem kekinian masyarakat urban India dibalut dalam sebuah jalinan asmara yang sederhana. Romantis di satu sisi, manis di sisi lainnya, namun juga penuh dengan kegetiran. Disinilah jajaran kru mulai dari kursi sutradara dan penulis naskah yang dipegang langsung oleh Ritesh Batra hingga cast macam Irfan Khan dan Nimrat Kaur tampil dengan cukup meyakinkan. Membuat gue jadi begitu jatuh cinta sama kisah cintanya.

Jadi pokoknya gue menganggap film ini sungguh luar biasa. Buat yang doyan drama film Lunchbox ini nggak boleh dilewatkan. Meski ending dibuat menggantung dan memaksa kita buat menyimpulkan sendiri (waktu itu gue lagi malas mikir jadi kesal dengan ending model film ini), film ini akan membawa sensai menyenangkan buat mereka yang pengen dapet kisah cinta india yang nggak norak dan tanpa adegan sensual.

Nah tak lama setelahnya, gue juga nonton film lainnya yang menurut gue cukup berhasil melampaui ekspektasi gue. Kali ini filmnya produksi dalam negeri. Weith, sejak kapan film Indonesia ada yang bagus? Nah ini nih, terlalu meremehkan film Indonesia nih, tonton makanya Pasir Berbisik (ya ampun itu film dari jaman kapan?). Nggak deng, film-film Indonesia yang kekinian juga banyak yang bagus kok. Coba deh nonton Mencari Hilal karya Ismail Basbeth (isi filmnya rekaman sidang isbath pas mau lebaran).

Nah film Indonesia yang kemaren gue tonton adalah "3: Alif Lam Mim." Awalnya gue mikir, ini film apaan nih? Operator seluler? Promo internet murah? Atau lowongan kerja? Dari judul aja udah nggak menarik. Ditambah pula sub judul Alif Lam Mim. Ramadhan udah lewat, Lebaran juga, lha kenapa ini ada cerita biografi pembuat buku Iqro. 

Harusnya judulnya Pria berkalung Sorban...

Seperti biasa gue liat dulu lah trailernya. Dan seperti biasanya gue lalu mengambil kesimpulan cerita dari trailernya tersebut. Cuma film yang sok asyik berantem-berantem sendiri, yah ngikut-ngikut suksesnya The Raid lah. Model-model pengikut gini mah biasanya jelek, pikir gue waktu itu. Terus apa lagi? Ceritanya tahun 2030-an. Hmmm menarik juga, kapan sih gue pernah nonton film Indonesia yang cerita tentang masa depan? Seingat gue nggak ada. Terakhir, sutradaranya adalah Anggy Umbara. Dan menurut gue Anggy Umbara punya signature dan track record yang bagus soal film. Jadi yaah, bolehlah akhirnya gue pergi nonton, namun tanpa berharap macam-macam, karena bagi gue, harapan palsu lebih kejam daripada alamat palsu (ditampol Ayu Ting-ting).

Baca juga : All hail Anggy

But what? Ternyata gue dibuat terkejut oleh film ini. Tentu nggak bisa dibandingkan dengan produksi Hollywood yang visual efeknya sungguh gila dan modal yang seolah tak terbatas, namun film ini membuktikan bahwa film Indonesia bisa juga bikin kita nggak ngerasa rugi buat bayar tiket 30-50 ribuan buat nonton di bioskop (bayar 50 ribuan aja udah sombong).

Ceritanya tentang Indonesia 2036, 3 orang sahabat berada di tiga pihak berbeda. Alif (Cornelio Sunny) seorang polisi yang dihadapkan pada aksi terorisme berlatar belakang agama dalam hal ini Islam. Lam (Abimana Aryasatya) seorang wartawan yang berusaha mengungkap kebenaran dari serangkaian aksi teror. Dan Mim (Agus Kuncoro) adalah pentolan di sebuah pondok pesantren yang dituduh sebagai sarang teroris. Perseteruan mereka menciptakan kisah yang membuat ketiganya terjebak dalam konspirasi yang lebih dalam.

Film ini menurut gue terbilang lengkap. Sebagai film action, film ini menghadirkan banyak adegan baku pukul dengan berbagai adegan penuh darah. Dari sisi cerita, film ini tampil cukup menarik dengan pembangunan karakter yang memadai, setidaknya cukup meyakinkan hingga kita tidak perlu melongo oleh adegan-adegan yang terlalu mengangkangi logika. Dari sisi cast-pun tampil sangat pas bahkan pada para pemeran pembantu sekalipun. Gue nggak bilang film sangat bagus, namun sungguh gue jamin film ini nggak mengecewakan.

Setidaknya dua film itu mengajarkan satu hal ke gue. Bahwa pilihan-pilihan tanpa sengaja kita bisa jadi membawa kita pada sesuatu yang baik dan menyenangkan. Seperti menonton kedua film ini, yang ternyata mengantarkan gue pada sebuah pengalaman menonton yang menyenangkan. Bahkan gue jadi lupa setelahnya bahwa gue baru abis patah hati. Bener kata ibunya Forest Gump, hidup ini seperti sekotak coklat. Kita nggak pernah tau apa yang akan kita dapatkan. So, jangan takut buat nonton film ya, kalau jelekpun yah, anggap saja dapat coklat yang nggak enak.

Well said, dude..
BTW, gue masih punya hutang nyeritain pengalaman perjalaan gue ke Thailand kemaren. Gue udah mulai lupa nih, tapi baka gue usahain buat diceritakan di sini deh ntar...


4 Comments


Wah, semoga sekarang patah hatinya udah berangsur hilang ya hehe. Sebenernya menulis di blog pun bisa dipake untuk ngalihin pikiran dari hal-hal kayak begitu. So... it's the right choice untuk akhirnya nerusin lagi menulis di blog.

Kalo ngomongin film, terutama yang bagus, udah paling pas untuk ngilangin stres & mengalihkan pikiran. Saya sendiri ngga banyak nonton film India, seringnya Hollywood :p film "Lunchbox" ini bisa jadi referensi nih. Untuk "3: Alif Lam Mim" juga belom sempet nonton, cuma baca dari review-review yang beredar katanya film ini bagus. Oke, bisa jadi referensi juga. Thanks rekomendasinya.


Patah hati nontonnya film romantis? Mewek badai bakalan... Gue mah lebih suka nyanyi-nyanyi aja di kosan. Hahaha.

Film Indonesia emang jarang yang terbilang berbobot. Kalo bicara bagus sih, ya bagus-bagus. Buktinya masih ada yang nonton. Nah film 3; Alif Lam Mim ini mungkin kategori pertama. Jadi pengen nyari bajakannya... lho?????


@Bayu Sama-sama, nonton deh, pasti suka juga dengan filmnya, terutama kalo suka drama...

@adin dilla gue kan anti mainstream hehehe, banyak film bagus kok, kalau udah dapat linknya bagi juga ya... (eh?)


Aku juga suka itu film RANTANG hahaha :) dan tentang film SELULER hwhwhw, aku belom nonton >.<

Semoga perjalanan ke negeri rantang lancar ya :)

Posting Komentar

Copyright © 2009 BIG RHINO WHO WANTS TO FLY All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.