CATATAN PERJALANAN : SEMALAM DI MALAYSIA part 1
Inilah kisahku semalam di Malaysia
Jadi, malam itu gue berangkat dengan bus Damri menuju ke perbatasan Indonesia - Malaysia. Awalnya gue pikir, gue mesti berangkat dari tempat gue beli tiket, namun ternyata gue harus berangkat dari terminal antar negara di Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Dan salah satu dosa gue sebagai penghuni Kalbar dan Kubu Raya adalah nggak tau dimana terminal keberangkatan antar negara ini berada. Sering dengar, tapi nggak pernah ke sana.
Maka berterima kasihlah pada penemu GPS, karena berkat tekhnologi satu ini gue berhasil menemukan tempat tersebut yang ternyata nggak jauh. Dan untungnya ternyata gue bukan satu-satunya orang yang nggak tahu tempat tersebut. Di tengah jalan, ketika sedang nunggu di trafick light, ada ibu-ibu yang nanya dimana letak terminal antar bangsa. Gue dengan gaya sok tau nyuruh ibu-ibu itu ngikutin gue, padahal sebenarnya gue juga nggak tau dan cuma ngandelin GPS.
Gue tiba di terminal antar bangsa. Ternyata eh ternyata, terminal antar bangsa ini terlihat cukup gede dan modern. Bahkan boleh dibilang tempatnya jauh lebih keren dari Bandara Supadio yang sekarang. Cuma herannya kok sepi ya? Yang gue liat bahkan pedagang-pedagang juga nggak ada. Cuma satu kios yang buka (dan yang nggak disangka itu, ternyata yang punya kios adalah tetangga gue). Apa gue kemalaman? Atau karena itu hari minggu?
Tepat jam 9 malam, gue berangkat meninggalkan terminal antar bangsa dengan menggunakan bus dari perusahaan bus plat merah. Sebenarnya sih banyak pilihan bus yang bisa dipilih, cuma karena gue nggak pengalaman naek bus, gue taunya cuma Damri doang. And just for information, bus-bus yang ada di terminal tersebut nggak cuma yang mau ke Kuching, ada juga yang mau ke Brunai Darussalam atau kota-kota lain di Serawak.
Perjalanan Pontianak - Kuching itu ditempuh dalam perjalanan yang lumayan panjang. Karena menghabiskan waktu semalaman di dalam bus, kursi penumpang dibuat senyaman mungkin serta dilengkapi AC. Untuk bus yang gue naiki, gue bahkan diberi fasilitas selimut, serta air minum dan snack berupa roti. Harga yang sesuai untuk ongkos mencapai lebih dari Rp. 300.000.
Perjalanan Pontianak menuju Entikong ternyata memang seperti yang banyak diceritakan orang-orang. Meski sepanjang malam itu gue tertidur karena ngantuk banget (maklum, malam sebelumnya gue susah tidur), namun berkali-kali gue terbangun karena bus berguncang keras ketika harus melewati jalan yang rusak. Untungnya gue nggak sendirian malam itu. Yang duduk tepat di sebelah gue ternyata adalah adik kelas gue waktu SMA dulu. Dia PNS di entikong dan tiap saban pekan dia bolak-balik Entikong-Pontianak. Tahan juga dia, salut gue.
Bus Damri, harusnya ditambah fasilitas nasi padang gratis... |
Malam itu ada satu hal yang gue lupa lakukan. Karena rencana sebenarnya gue berangkat pake pesawat di minggu siang, maka harusnya gue memberikan kabar ke teman gue yang janjian ketemuan dengan gue di Kuala Lumpur senin pagi. Namun sialnya ketika gue ingat untuk melakukan itu, kedua ponsel yang gue bawa sudah kehabisan baterai. Chaos yang terjadi sehari sebelumnya membuat gue lalai untuk mengisi ulang baterai kedua ponsel gue.
Menjelang pukul 5 bus tiba di PPLB (kepanjangannya PPLB tuh Pos Pemeriksaan Lintas Batas) Entikong. Di depan gerbang udah banyak yang berkerumun sementara PPLB baru buka pukul 5. Waktu menunggu gerbang dibuka, gue manfaatkan untuk sholat Subuh di masjid yang ada di komplek PPLB. Di gerbang PPLB ini juga banyak pengasong yang jual jasa penukaran uang ringgit dan kartu telepon Malaysia. Gue nggak niat beli, jadi gue nggak sempat nanya berapa harganya.
Numpang nunggu gerbang di buka.... |
Gimana nggak, jika perjalanan Pontianak - Entikong penuh dengan perjuangan melewati jalan yang rusak, maka selepas PPLB Tebedu, jalan mendadak mulus tanpa hambatan. Bahkan sampai memasuki Kuching, tidak ada jalan yang rusak seperti halnya yang terjadi di Indonesia. How pathetic is it?
Menjelang pukul setengah 9 gue memasuki kota Kuching. Dan sekali lagi gue iri. Yang gue lihat adalah sebuah kota yang teratur dan rapi jika di bandingkan dengan Pontianak. Nggak ada bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan jalan raya kayak di Pontianak. Pemukiman juga tampak tersusun dengan baik dan nggak berantakan. Dan yang luar biasanya lagi, terminal busnya kueeerrren abis. Kalo tadi gue sempet muji terminal antar Bangsa di Sungai Ambawang itu keren, sekarang jadi nggak ada apa-apanya dibandingkan terminal bus yang bernama Kuching Central tersebut. Terminal tersebut udah kayak Mall. Lebih tepatnya emang Mall atau terintegrasi dengan Mall. Ruang tunggunya keren banget, udah kayak ruang tunggu airport aja.
Kuching Sentral, di foto dari dalam Taksi. Percayalah, itu beneran Terminal bus... |
Sampai jumpa lagi di part 2, semoga nggak bosan...