0

DIMANA KAU BERADA, TUHAN?

Posted by Santosa-is-me on 6:47 AM in
Udah lama gue nggak nonton film India. Lahir dan besar di keluarga pencinta film dan lagu-lagu India, sedikit banyak mempengaruhi kehidupan gue. Gue jadi suka film India. Dari jaman Shahrukh Khan masih cupu, sampe sekarang dia udah kayak om-om yang nggak sadar umur, nggak terhitung film India yang udah gue tonton. Bahkan jaman gue SMA, nama belakang gue sampe dikasi embel-embel "Khan" sama temen-temen gue.

Itu dulu. Seiring berjalannya waktu, gue mulai menjauh dari film-film India. Terutama sejak TV Indonesia yang diputarnya film India yang itu-itu aja (dan herannya, adek sama emak gue tetap nonton). Di bioskop, jangan terlalu berharap film India masuk. Kecuali film tersebut benar-benar booming kayak Slumdog Millionaire dulu. Belum lagi muncul pula persepsi bahwa film India itu norak, cuma nyanyi doang dan cinta-cintaan.
Film India mah, nyanyi doang....

Maka Bollywood harus berterima kasih pada Aamir Khan. Tentu bukan sama dia aja, tapi juga jajaran sutradara, produser dan kru serta tim kreatif yang mampu menghadirkan karya-karya luar biasa bersama salah satu aktor terbaik di India ini. Tanpa mengesampingkan aktor-aktor hebat India lainnya, bagi gue, Amir khan adalah salah satu aktor yang bakal bikin gue dengan senang hati meluangkan waktu menghabiskan film India yang panjang itu, dan tahu bakal puas pada akhirnya.

Satu hal yang menurut gue menarik dari film-film yang Aamir Khan mainkan, adalah bahwa dia mampu mengangkat tema-tema yang sebenarnya berat namun jadi menghibur, terasa ringan dan menyenangkan. Lewatkan film-film macam Maan, Ghajini atau Dhoom 3,  maka lihatlah 4 film dia yang sempat gue tonton.

Yang pertama judulnya Lagaan. Tema berat yang diangkat di film ini jelas adalah kemerdekaan dan anti penjajahan. Tapi uniknya, jika biasanya perjuangan kemerdekaan itu selalu idientik dengan angkat senjata, pertarungan berdarah-darah dan perang. Tapi Lagaan menghadirkan pertarungan antara penjajah dan si terjajah dalam wujud sebuah pertandingan kriket. Unik bukan?
Jaman Aamir Khan-nya masih muda...

Lalu, film selanjutnya adalah film produksi tahun 2007, Taare Zamen Par. Tema yang diangkat kali ini adalah anak-anak. Secara khusus menghadirkan kisah seorang Ishan Awasti, anak penderita disleksia yang disalah pahami oleh orang-orang terdekatnya. Sesuai judul film yang kalau diartikan jadi Stars on the Earth alias Bintang-bintang di atas bumi, film ini ingin menegaskan pada semua orang tua yang menonton film ini bahwa apapun kondisi seorang anak, mereka adalah bintang.

Beranjak ke dua tahun setelahnya, Amir Khan menambah filmography-nya dengan sebuah judul 3 Idiot. Bagi gue ini film yang nyaris sempurna. Film ini sukses bikin gue terhibur, terharu, jatuh cinta dengan Kareena Kapoor dan tentu saja membenarkan kritik sosial yang ingin disampaikan film ini: betapa rancunya orientasi pendidikan kita hari ini. Film yang menurut gue wajib di tonton oleh mentri pendidikan kita beserta seluruh jajarannya.
Tema pendidikan, namun dihadirkan dengan kocak

Nah, masuk akhir 2014, Amir Khan kembali beredar dengan PK. Maka dengan senang hati, jauh-jauh hari gue udah pasang ancang-ancang buat menontonnya. Gue nggak ada gambaran seperti apa cerita filmnya. Sedikit info yang gue dapet adalah Amir Khan jadi alien. Wuih science fiction nih pikir gue. Dan juga mikir, wah kayaknya kali ini filmnya Amir Khan cuma untuk fun, nggak ada kritik sosial berat yang ingin disampaikan oleh film ini.

But then, ternyata gue salah. Film ini justru membawa sebuah pesan paling berat dan sensitif dari film-filmnya sebelumnya: Agama. Dan hebatnya, Amir Khan dan tentu saja Raj Kumar Hirani sang Sutradara, sanggup terjemahkan tema berat itu dalam sebuah paket 2,5 jam yang sangat menghibur dan menyenangkan.

Seperti juga halnya Indonesia, India juga memiliki kemajemukan agama yang beragam. Kemajemukan ini tak jarang melahirkan gesekan yang sangat keras. Film ini seolah hadir untuk bicara soal itu. Selain itu film ini juga seolah berusaha menggambarkan pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan yang sering kali ditanyakan manusia. Dan menariknya, proses pencarian Tuhan tersebut hadir melalui sosok PK (peekay) alien yang terdampar di bumi.
Psternya komikal, bikin orang pengen nonton
PK kehilangan remote yang menjadi satu-satunya cara baginya untuk kembali ke planetnya. Ia mengalami misspersepsi ketika orang-orang berkata bahwa hanya Tuhanlah yang bisa membantunya. Maka pencarian PK untuk menemukan Tuhanpun dimulai. Dengan segala keluguannya yang tidak mengerti dengan kehidupan di bumi, ia lalu bersentuhan dengan berbagai agama yang justru malah membuat ia semakin kebingungan dengan sosok Tuhan yang sebenarnya.

Gue nggak setuju dengan konsep semua agama sama yang dibawa di film ini. Namun paling nggak bagi gue, film ini memberikan perenungan soal bagaimana agama bisa dengan mudah memunculkan gesekan bahkan hingga permusuhan. Dan juga menunjukkan bagaimana agama juga bisa dengan mudah disalahgunakan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai motif kepentingan pribadi.

Pas nonton ini entah kenapa gue teringat film Martian Child. Gue ingat quote di film itu yang bilang, seorang anak itu ibarat alien yang datang ke bumi. Dia begitu asing dengan kehidupan di bumi. Dan gue yakin sosok PK di film ini sebenarnya adalah metafora dari sosok anak kecil yang sedang mengenal Tuhan. Sedang bertanya-tanya tentang keberadaan Tuhan. Atau jangan-jangan yang punya ide cerita juga sempat nonton film Martian Child, entahlah.
Anak kecil adalah Alien, film John Cusack yang paling gue demen....

Pada akhirnya, gue mau menegaskan sekali lagi bahwa muatan film ini mungkin nggak akan bisa disetujui oleh semua orang. Terutama karena dari awal tema yang diangkat memang sangat sensitif. Jadi lebih baik fikir-fikir dulu sebelum memutuskan menonton film ini. Tapi bagi mereka yang sedang dalam kebingungan akan eksistensi Tuhan, film ini mungkin bisa jadi bahan perenungan. Cuma jangan sampai berhenti di situ aja ya, namun teruslah gali ajaran agama yang kita anut agar kita dapat kebenaran hakiki itu. Kok gue bisa ngomong gitu? Yah, karena yang namanya hidup manusia nggak selalu di atas. Ketika seseorang berada di titik-titik terendah dalam hidupnya, tidak jarang orang tersebut akan mempertanyakan eksistensi Tuhan. Bertanya di mana Tuhan berada. Begitulah hidup. Dan gue pernah merasakan masa-masa itu. Masa dimana gue bertanya soal di mana Tuhan. Di mana keadilan-Nya. Dan syukurnya gue mendapat jawabannya.

Sebagai sebuah karya, PK adalah 2,5 jam yang menyenangkan bagi gue. Penuh hiburan, keharuan, dan perenungan. Paket lengkap untuk membuat anda tidak kecewa menghabiskan waktu panjang menonton film India yang memang durasinya luar biasa itu. Dan juga, I love Anushka Sharma, dia benar-benar berubah dari film-filmnya yang pernah gue tonton sebelumnya.
Mbak ini tampil beda dengan rambut pixy cut-nya...

3

BEGIN AGAIN : KAN SEMUA ORANG BISA MULAI DARI AWAL

Posted by Santosa-is-me on 11:14 PM in
Ting!!! Sebuah pesan masuk.

Alya melihat HP Cinta. Dari Rangga. Cinta ragu. Dan Alya nanya "Bener nggak ada yang mau elo sampein sama Rangga? Kan semua orang bisa mulai dari awal?"

Postingan kali ini, gue mau nge-review salah satu film yang kini jadi favorit gue: Begin Again. Apa hubungannya dengan AADC? Nggak ada sih. Gue suka aja sama Ladya Cheryl. Tapi sayang dia udah nikah....
Kok kamu nikahnya cepet banget sih mbak?
Oke, tapi kalimat Alya di iklan AADC itu mungkin bisa jadi gambaran film ini, bahwa semua orang bisa mulai dari awal, tergantung dia mau apa nggak.

Alkisah ada Greta, gadis muda nan cantik yang baru patah hati dikhianati pacarnya, seorang rockstar yang lagi naik daun. Lalu ada Dan, seorang produser musik yang baru saja dipecat dari pekerjaannya dan bermasalah dalam kehidupan rumah tangganya.

Mereka bertemu. Lalu saling jatuh cinta. Namun kemudian ketahuan ternyata Dan adalah manusia srigala yang mencari darah suci. Masalah makin ruwet ketika muncul manusia harimau yang juga jatuh cinta pada Greta. Beruntung Greta diselamatkan Tukang Bubur dan diajak naik Haji....

Elo fikir ini sinetron Indonesia!!!!????
Beratnya jadi cowok jaman sekarang,
ganteng aja nggak cukup, harus jadi srigala juga....
Kali ini gue cerita serius.

Seperti sebuah takdir keduanya dipertemukan di sebuah kafe kecil. Musik dan mimpi menyatukan mereka dalam sebuah proyek album musik independen yang nggak direkam di studio melainkan di tempat-tempat memorable di kota New York. Mulai dari pinggir jalan hingga atap gedung.

Apa yang menarik dari film ini? Gue nggak kenal dengan nama John Carney, sang sutradara. Tapi cerita yang gue dapat, orang satu ini punya portofolio bagus dalam hal bikin film bertema musik. Salah satunya yang berjudul "Once" yang mana sekarang kepengen banget gue tonton. Dan cerita itu bener, gue puas gimana film ini dikerjakan.
Nggak susah buat jatuh cinta sama nih film...
Dari sisi cerita film ini boleh gue bilang klise. Tapi plot yang dibangun, sama sekali nggak bikin yang klise itu jadi membosankan, justru malah menyenangkan. Skenario film ini oke banget, nggak chessy apalagi garing.

Dan semua itu dilengkapi pula dengan jajaran akting yang keren. Siapa yang meragukan jam terbang Mark Rufallo dan Keira Knightley. Mark Rufallo selalu jadi salah satu aktor favorit gue. Dan Keira Knightley? Sejauh ini gue baru nonton aktinya di seri Pirates Caribean dan Atonement, dan entah itu di film populer ataupun drama serius,  dia belum pernah mengecewakan gue. Kredit plus juga buat neng cantik satu ini karena dia nyanyi di film ini. Dan suaranya bagus. Terakhir Adam Levine, sang vokalis Maroon 5. Yang pasti nggak cuma hadir buat bantu promosiin film (lo kira ini Indonesia?)
Nggak kebayangkan rekaman di stasiun sampe dikejar polisi...?
Dan yang pasti bikin gue jatuh cinta sama film ini adalah musiknya. Yes, inilah kekuatan utama film ini bagi gue. Semua lagu di film ini hadir dengan sangat menyenangkan. Apalagi dua bintang di film ini Keira Knightley dan Adam Levine mampu hadirkan cerita yang menarik buat lagu-lagu di film ini, terutama lagu "Lost Star" yang dibawain dalam dua versi berbeda oleh mereka masing-masing dan bikin mood dua lagu itu jadi beda. Dan tentu saja, bagi gue siapa saja yang memasukkan lagu Sinatra dalam filmnya pasti punya taste musik yang oke. Film ini salah satunya.

Sayangnya kemaren gue nggak nonton film ini di bioskop. Ada niat sebenarnya, cuma entah kenapa nih film nggak berhasil naik kasta dari film midnight di bioskop kota gue. Yang pasti gue nyesel, film keren begini telat masuk, cuma ditayangkan midnight, dan bentar aja udah ngilang. Padahal film ini keren banget. Setidaknya jauh lebih keren ketimbang film Miyabi diculik kuntilanak (eh ada nggak sih film yang judulnya itu?)
My favorite scene, sambil nyanyiin lagu "Luck be a Lady"-nya Sinatra,
dan "For Once in My Life"-nya Stevie Wonder.
Demikian review sok tau gue. Lagi-lagi suka nggak suka itu soal selera ya. Tapi kalo menurut gue sih, film bagus itu bener soal selera, tapi film jelek itu mah mutlak. Tapi karya tetaplah karya, mari kita apresiasi terlebih dahulu dengan menontonnya. Dan Begin Again jauh dari kata mengecewakan kalo menurut gue.

Dan juga seperti kata Alya di awal postingan ini, semua orang bisa mulai dari awal lagi. Greta, Dan serta gue, pernah hancur lebur dan kesamaan kita satu, kita memilih mulai dari awal lagi. Berharap awal baru itu bawa kita ke tempat yang lebih baik.
Ayo, jangan berhenti, mulai lagi....

0

BUKAN 5 CM

Posted by Santosa-is-me on 11:00 PM in
"Sebuah negara tidak akan kekurangan pemimpin hebat jika pemudanya masih suka menjelajah hutan dan mendaki gunung." - Sir. Henry Dunnant

"Dunia itu seluas langkah kaki. Jelajahi dan jangan pernah takut melangkah, hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya." - Soe Hok Gie

"Bukan gunung yang kita taklukkan, melainkan diri kita sendiri." - Edmund P. Hillary

"Aku sekarang sedang berjalan menuju alam bebas." - Jon Krakauer

Gue nggak bakal nambah awalan posting kali ini dengan puisi. Cukup quote hebat di atas aja dah. 

Om om satu ini matinya di gunung, kalo gue belum nikah,
jadi belom kepengan mati di gunung
Ceritanya gue baru aja habis mendaki gunung. Et salah deng, bukan gunung, lebih tepatnya bukit. Di daerah gue nggak ada gunung. Entah ini berkah atau apa, tempat tinggal gue nggak berada dalam Pasific Ring of Fire, Jadi boleh dibilang, tempat gue rada minim resiko gempa, tapi dilain sisi juga nggak ada gunung yang tinggi di sini.

Gue sebenarnya bukan seorang pendaki gunung yang tulen. Gue bahkan kagak pernah masuk grup pencinta alam manapun. Gue nggak begitu ngerti segala perlengkapan untuk pendakian. Yang gue tau soal pendakian cuma satu: Ngedaki bukit itu ke atas bukan ke samping (kok kayak iklan. Iklan apaan ya?)
Lelaki yang tiada duanya namun sering di duakan...
Tapi yang harus gue bilang adalah gue suka petualangan. Gue suka alam bebas. Dari jaman SMA gue doyan ikutan temen-temen pergi mendaki bukit. Yah, walau gue lebih banyak ngerepotin, namun bagi gue mendaki bukit, selalu menjadi pengalaman yang mengasyikkan. Tentu selain juga melelahkan. Bahkan jaman SMA aja gue pernah ikutan lomba Lintas Alam Khatulistiwa, sebuah lomba (yang sebenarnya) untuk para anak pecinta alam tingkat SMA. Walau berakhir dengan nggak menang bahkan malah berantem dengan rekan satu tim, bagi gue pengalaman tersebut tetap menyenangkan.

Pasca SMA gue juga masih sering naik bukit. Minimal biasanya setahun atau dua tahun sekali pasti deh gue berangkat sama temen-temen buat menikmati hidup di alam bebas. Yah, walau bukit yang dinaiki itu-itu aja. Nggak apa-apa, namanya juga pendaki amatiran. Lagian gue juga nggak punya referensi bukit apa yang bisa gue daki lagi.

Cuma, pasca kuliah itu juga, entah bagaimana badan gue jadi melar kayak abis direndem pake minyak tanah. Bertambahnya berat badan ini berakibat fatal, yaitu menurunnya vitalitas diatas tempat tidur. Eh salah, maksudnya kebugaran gue. Akibatnya sering kali gue lebih banyak memilih jadi tukang jaga tenda di bawah, sementara temen-temen gue mendaki bukit. Gue emang manusia yang pancasilais, rela berkorban dan lebih mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan gue sendiri (sebenarnya sih karena gue males dan stamina gue nggak kuat buat mendaki).

Hampir dua tahun vakum nggak ikut mendaki, kemaren gue dapet ajakan lagi buat pergi menuntaskan hasrat petualangan dalam diri gue yang mengelegak-menggelegak (ini rada lebay emang kalimatnya, harap maklum). Kebetulan pula, sekarang berat badan gue udah rada turun dan fisik jauh lebih bugar. Maka berangkatlah gue dengan senang hati.

Gue berangkat berenam. Dan kita nggak ada bakat main film. Jadi kita nggak pake acara nggak ketemuan dulu selama tiga bulan, terus naik kereta dan berencana kalau selesai naik bukit kita bakal saling nembak atau menyatakan cinta. Selain karena ini emang bukan film 5 cm, lebih utamanya lagi karena kita semua cowok, dan masih normal semua.
Maafkan kami yang nggak sekeren mereka....
Hanya saja, gue mungkin salah perhitungan. Gue berangkatnya dengan lima orang bocah tanggung yang ternyata minim pengalaman dalam pendakian. Hanya dua diantaranya yang pernah naik bukit kayak gini sebelumnya. Yang lain nggak. Kalaupun pernah, mereka berangkatnya dalam rombongan besar. 

Maka rekap yang bisa gue laporkan dari keberangkatan gue naik bukit kemaren adalah tenda sama sekali nggak dipersiapkan, bahan makanan kurang, dan juga tersesat di dalam hutan. Lengkaplah sudah penderitaan kali ini.

Tapi gue cukup senang sebenarnya, karena berkumpul dengan bocah-bocah ini gue jadi berasa muda lagi (yah walaupun gue sebenarnya emang masih muda). Banyolan mereka yang absurd, nekatnya mereka yang bikin pendakian jadi kayak main-main (gara-gara ini mereka nyaris aja masuk jurang), dan semangat muda mereka yang nggak ada habisnya ngingatin gue ke jaman gue baru-baru lulus SMA dulu. Ternyata cepat ya waktu udah berjalan.
Sekilas terlihat konyol tapi kalo nggak hati-hati, mereka bisa menjatuhkanmu ke jurang
And then, pulang-pulang gue kemudian malah dapat kabar gembira. Kegembiraan yang menghapus galau gue di sepanjang akhir November kemaren. 

Dan untuk menutup posting gue kali ini gue cuma mau bilang bahwa ada satu pelajaran penting yang bisa gue ambil. Yaitu, bahwa mendaki itu bukan soal bagaimana atau seberapa cepat kita mampu mencapai puncak, tapi kebersamaan untuk sama-sama mencapai puncak. Dan kamu, ya kamu.... sinikan tanganmu, ayo kita menuju puncak sama-sama... dan jangan lupa pakai jilbabnya, lebih cantik soalnya....
Formasi ideal: 3 orang pendaki pemula, 2 pendaki dengan jam terbang seadanya,
dan 1 pendaki yang lumayan punya jam terbang, namun dengan kemalasan di atas rata-rata...

2

NOTHING LAST FOREVER EVEN COLD NOVEMBER RAIN

Posted by Santosa-is-me on 9:42 AM in
Sampaikan salam perpisahan pada November yang ceria, galau dan berhujan. Seperti bait lagu November Rain-nya Gun N Rosses yang bilang "Nothing Last Forever, Even Cold November Rain," nggak ada yang abadi di dunia ini. Entah itu rasa bahagia, depresi, sedih, patah hati atau apapun itu, pasti akan ada akhirnya. Jadi, selalu bersiap-siaplah dengan segala perubahan. Kayak kata Maliq n D'essential bahwa dalam hidup ini yang tak berubah hanyalah perubahan itu sendiri.

Maka rasanya tak sah kalau kita mulai playlist November ini bukan dengan lagu November Rain dari Gun N Rosses.


Update lagu baru juga. Damien Rice ngeluarin lagu baru setelah lama nggak. Judul lagunya "I Don't Want to Change You." Entah kenapa gue merasa, lagu ini menggambarkan apa yang gue rasain banget di November ini. Terutama kalimat di penghujung lagunya. 


Satu yang menurut gue menarik dari lagu ini adalah music video-nya. Gue suka MV lagu ini yang berkesan lonely banget. Cuma si Damien Rice berdiri di sebuah semacam dermaga, sendirian, dengan suasana yang suram. Benar-benar  MV yang sepi, tapi gue suka. Apalagi dengan intronya yang catchy dan sendu. Lengkap sudah lagu ini. Kesuramannya.

Next. Gue kemaren lagi dengerin lagunya Jamie Cullum, yang ngecover lagu lama "Don't Let Me be Misunderstood," barengan Gregory Porter. Yang paling gue suka dari lagu ini, tentu selain karena lagu ini lagu legendaris, adalah lirik lagu ini yang menurut gue keren banget. Tentang orang yang hanya ingin melakukan hal yang benar dan berharap tidak disalah pahami oleh orang lain. 

Ini yang sering gue rasakan. Gue kadang hanya melakukan hal yang benar. Tapi ternyata hal yang benar yang ingin gue lakukan itu, sering kali disalah pahami. Bikin orang kesal. Bahkan marah. Yah, mau gimana lagi. Gue cuma kepengen jadi orang baik kok.


Lanjut lagi. November gue juga dicuri oleh mbak Uthe. Temen gue bilang Uthe itu bukan Ruth Sahanaya, melainkan "Yang Mulia Ruth Sahanaya."

Awal ceritanya adalah nggak sengajanya gue ngedengar lagunya Ruth Sahanaya yang berjudul "Ingin ku Miliki." Lagu era 90-an yang entah bagaiamana kok kemudian bikin gue jadi kepengen dengar lagu Ruth Sahanaya yang lain. Maka akhir November gue juga sukses ter-Ruth Sahanya-kan.





Dan terakhir. Masih dalam rangka ter-Ruth Sahanaya-kan, sekaligus memperingati hari AIDS sedunia pas 1 Desember kemarin, lagu "Usah Kau Lara Sendiri," jadi lagu pamungkas di playlist. Katon Bagaskara dan Ruth Sahanaya membawakan lagu ini dengan keren. Bikin kita mengingat gimana berempati dengan para ODHA.


Oh ya, just for information, lagu ini merupakan lagu adaptasi dari lagu Jepang milik Keisuke Kuwata berjudul Kiseki no Hoshi.

Copyright © 2009 BIG RHINO WHO WANTS TO FLY All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.