4

DUA CERITA DARI DUA FILM TAK TERDUGA

Posted by Santosa-is-me on 5:38 PM in
Ya ampun, apa kabarnya nih blog??? Ditinggal udah sekian lama.

Sorry banget ya, gue kemaren-kemaren agak rada nggak aktif buat ngeblog dulu. Maklum kemaren itu sedang patah hati, jadi butuh waktu buat menenangkan diri dan memperbaiki hati. Gue kalau patah hati emang gitu, parah banget.

Untungnya, masih banyak hal-hal yang bisa gue jadikan pelarian ketika gue sedang patah hati. Traveling, makan, ngumpul bareng teman, kerja lembur dan nonton film. Jujur, patah hati bisa bikin gue bangkrut sebenarnya. Selain kerja lembur, kesemua aktivitas yang gue jadikan pelarian itu butuh biaya yang nggak sedikit. Liat aja misalnya makan, sekali makan gue bisa ngabisin duit cukup banyak. Apalagi kalau lagi patah hati gini, gue makannya suka kalap.

Kalau patah hati terus jadi gendut, doa gue suka jahat...

Udahlah, lupakan patah hati gue yang nggak penting. Kali ini gue justru pengen cerita tentang dua film yang gue ketemuin dalam proses gue memperbaiki hati. Dua film dari dua negara yang menurut gue sering kita underestimate soal film berkualitas. Yang satu film India dan yang satu film Indonesia.

Nah gue mulai dari film India dulu. Semenjak gue udah meninggalkan dunia alay dan hidup lebih sedikit serius, gue nggak terlalu sering lagi ngikutin film-film India. Kalau gue ingat-ingat lagi, film India terakhri yang gue tonton adalah PK yang dimainin sama Aamir Khan. Selain itu, gue nggak benar-benar tahu film India apa saja yang beredar di pasaran. Gue juga udah nggak tahu gimana kabarnya Shahrukh Khan, Salman Khan, Kereena Kapoor atau Aishwarya Ray.


Kalau gue fikir-fikir lagi, asumsi soal film India memang rada jelek. Film India itu, kalau nggak norak, alay, cinta-cintaan yang paling cuma nyanyi dan nari doang. Pikiran seperti ini sebenarnya nggak sepenuhnya benar juga. Kan masih ada lesung pipitnya Preity Zinta. Bayangin dia udah hampir 40 tahun tapi belum nikah-nikah juga. Kejombloan gue mah belum seberapa (ini kok malah jadi ngegosip sih?)

Salah satu film yang gue baru saja tonton berjudul "Lunchbox" atau yang dalam bahasa aslinya berjudul "Dabba." Awalnya gue nggak tahu, Lunchbox ini film tentang apaan. Apakah tentang anak-anak yang dikasih kotak makan sama ibunya terus dia jadi jatuh cinta sama ibunya sendiri (imajinasi yang mengerikan), atau seorang anak yang drop out dari kuliahnya di harvard kemudian berniat membuat sebuah jejaring sosial yang menjual kotak makan plastik dengan harga mahal yang digilai oleh ibu-ibu? (antara sejarah facebook dan tuperware yang tercampur).

Kalau di Indonesiakan, judulnya jadi: "Rantang"

Sebenarnya, film ini tergolong romance. Bercerita tentang dua orang anak manusia tak saling kenal yang terhubung karena kotak makan yang tertukar (mungkin filmnya sendiri terinspirasi dari sinetron Putri yang ditukar, Indonesia harus bangga). Saajan Fernandes (Irfan Khan) seorang karyawan diambang masa pensiun dan diharuskan melatih penggantinya Shaikh (Nawazudin Siddiqui) yang punya karakter bertolak belakang dengan dirinya. Sementara Ila (Nimrat Kaur) seorang istri muda yang merasa kehidupan rumah tangganya tidak berjalan baik. Kotak makan yang diniatkan Ila untuk suaminya, malah nyampe ke Saajan. Dari sanalah surat-menyurat mereka membuat mereka jadi saling jatuh cinta.

Film ini memang berkisah tentang cinta orang dewasa dan masalah orang dewasa. Begitu heartwarming sekaligus bersimpati karena bisa jadi problem di dalam film tersebut memang juga jadi problem kita-kita ini para orang dewasa. Kejenuhan dalam rumah tangga, kesepian, post power syndrom dan segala macam problem kekinian masyarakat urban India dibalut dalam sebuah jalinan asmara yang sederhana. Romantis di satu sisi, manis di sisi lainnya, namun juga penuh dengan kegetiran. Disinilah jajaran kru mulai dari kursi sutradara dan penulis naskah yang dipegang langsung oleh Ritesh Batra hingga cast macam Irfan Khan dan Nimrat Kaur tampil dengan cukup meyakinkan. Membuat gue jadi begitu jatuh cinta sama kisah cintanya.

Jadi pokoknya gue menganggap film ini sungguh luar biasa. Buat yang doyan drama film Lunchbox ini nggak boleh dilewatkan. Meski ending dibuat menggantung dan memaksa kita buat menyimpulkan sendiri (waktu itu gue lagi malas mikir jadi kesal dengan ending model film ini), film ini akan membawa sensai menyenangkan buat mereka yang pengen dapet kisah cinta india yang nggak norak dan tanpa adegan sensual.

Nah tak lama setelahnya, gue juga nonton film lainnya yang menurut gue cukup berhasil melampaui ekspektasi gue. Kali ini filmnya produksi dalam negeri. Weith, sejak kapan film Indonesia ada yang bagus? Nah ini nih, terlalu meremehkan film Indonesia nih, tonton makanya Pasir Berbisik (ya ampun itu film dari jaman kapan?). Nggak deng, film-film Indonesia yang kekinian juga banyak yang bagus kok. Coba deh nonton Mencari Hilal karya Ismail Basbeth (isi filmnya rekaman sidang isbath pas mau lebaran).

Nah film Indonesia yang kemaren gue tonton adalah "3: Alif Lam Mim." Awalnya gue mikir, ini film apaan nih? Operator seluler? Promo internet murah? Atau lowongan kerja? Dari judul aja udah nggak menarik. Ditambah pula sub judul Alif Lam Mim. Ramadhan udah lewat, Lebaran juga, lha kenapa ini ada cerita biografi pembuat buku Iqro. 

Harusnya judulnya Pria berkalung Sorban...

Seperti biasa gue liat dulu lah trailernya. Dan seperti biasanya gue lalu mengambil kesimpulan cerita dari trailernya tersebut. Cuma film yang sok asyik berantem-berantem sendiri, yah ngikut-ngikut suksesnya The Raid lah. Model-model pengikut gini mah biasanya jelek, pikir gue waktu itu. Terus apa lagi? Ceritanya tahun 2030-an. Hmmm menarik juga, kapan sih gue pernah nonton film Indonesia yang cerita tentang masa depan? Seingat gue nggak ada. Terakhir, sutradaranya adalah Anggy Umbara. Dan menurut gue Anggy Umbara punya signature dan track record yang bagus soal film. Jadi yaah, bolehlah akhirnya gue pergi nonton, namun tanpa berharap macam-macam, karena bagi gue, harapan palsu lebih kejam daripada alamat palsu (ditampol Ayu Ting-ting).

Baca juga : All hail Anggy

But what? Ternyata gue dibuat terkejut oleh film ini. Tentu nggak bisa dibandingkan dengan produksi Hollywood yang visual efeknya sungguh gila dan modal yang seolah tak terbatas, namun film ini membuktikan bahwa film Indonesia bisa juga bikin kita nggak ngerasa rugi buat bayar tiket 30-50 ribuan buat nonton di bioskop (bayar 50 ribuan aja udah sombong).

Ceritanya tentang Indonesia 2036, 3 orang sahabat berada di tiga pihak berbeda. Alif (Cornelio Sunny) seorang polisi yang dihadapkan pada aksi terorisme berlatar belakang agama dalam hal ini Islam. Lam (Abimana Aryasatya) seorang wartawan yang berusaha mengungkap kebenaran dari serangkaian aksi teror. Dan Mim (Agus Kuncoro) adalah pentolan di sebuah pondok pesantren yang dituduh sebagai sarang teroris. Perseteruan mereka menciptakan kisah yang membuat ketiganya terjebak dalam konspirasi yang lebih dalam.

Film ini menurut gue terbilang lengkap. Sebagai film action, film ini menghadirkan banyak adegan baku pukul dengan berbagai adegan penuh darah. Dari sisi cerita, film ini tampil cukup menarik dengan pembangunan karakter yang memadai, setidaknya cukup meyakinkan hingga kita tidak perlu melongo oleh adegan-adegan yang terlalu mengangkangi logika. Dari sisi cast-pun tampil sangat pas bahkan pada para pemeran pembantu sekalipun. Gue nggak bilang film sangat bagus, namun sungguh gue jamin film ini nggak mengecewakan.

Setidaknya dua film itu mengajarkan satu hal ke gue. Bahwa pilihan-pilihan tanpa sengaja kita bisa jadi membawa kita pada sesuatu yang baik dan menyenangkan. Seperti menonton kedua film ini, yang ternyata mengantarkan gue pada sebuah pengalaman menonton yang menyenangkan. Bahkan gue jadi lupa setelahnya bahwa gue baru abis patah hati. Bener kata ibunya Forest Gump, hidup ini seperti sekotak coklat. Kita nggak pernah tau apa yang akan kita dapatkan. So, jangan takut buat nonton film ya, kalau jelekpun yah, anggap saja dapat coklat yang nggak enak.

Well said, dude..
BTW, gue masih punya hutang nyeritain pengalaman perjalaan gue ke Thailand kemaren. Gue udah mulai lupa nih, tapi baka gue usahain buat diceritakan di sini deh ntar...


1

CATATAN PERJALANAN : SEMALAM DI MALAYSIA part 2

Posted by Santosa-is-me on 1:04 PM in

Inilah kisahku semalam di Malaysia
Diri rasa sunyi aduhai nasib apalah daya
Aku hanya seorang pengembara, yang hina...

Kekasih hatiku pun telah pula hilang...
Hilang tak berpesan aduhai sayang apalah daya
Cinta hampa hidupku pun merana, mana dia...

(D'Lloyd - Semalam di Malaysia)


Buat yang belom baca, kisah bagian sebelumnya bisa di baca di sini.




Jadi menjelang pukul 9 waktu setempat (fyi, waktu Malaysia itu lebih cepat satu jam dari waktu Indonesia) bus yang gue naiki tiba di Kuching Sentral, sebuah terminal bus yang wujud dan bentuknya lebih keren dari Mall yang ada di Pontianak. 



Hal pertama yang gue pikirkan begitu turun dari bus adalah gimana caranya gue memberikan kabar ke teman gue yang janjian ketemu pagi itu di Kuala Lumpur. Dua ponsel gue udah mati total. Satu-satunya harapan gue adalah laptop yang tersimpan manis di dalam ransel gue.



Tapi karena efek perjalanan jauh, gue memilih untuk rehat sebentar dulu. Tadinya gue hendak minum kopi di Kafe depan, namun gue urungkan karena gue ingin menikmati ruang tunggunya yang sejuk dan bersih. Gue juga harus mencari informasi gimana caranya gue bisa nyampe ke Airport Kuching dari Kuching Sentral, maklum perjalanan ke Kuching ini memang diluar rencana sehingga gue emang nggak ada cari info seputar perjalanan di Kuching. 



Tapi sialnya, meski Kuching Sentral sekeren itu, namun ternyata disana sama sekali nggak ada sinyal Wifi. Gue udah tanya ke mbak-mbak yang jaganya, dan mereka mengkonfirmasi bahwa nggak ada sinyal wifi disana. Gue bertanya gimana dengan di mallnya (waktu itu mallnya belum buka). Dan si mbak-mbak yang ramah namun jawabannya bikin kesal itu bilang sama aja, nggak ada juga.



Terjebak dengan kebingungan dan nihil informasi, gue nggak tahu harus ngapain. Untungnya jadwal penerbangan gue adalah pukul 1, sehingga gue masih punya banyak waktu. Gue mencoba tenang. Dan emang nggak ada jalan keluar lain. Satu-satunya adalah naik taksi untuk ke bandara.



Dari awal turun dari bus, para penumpang emang udah bakalan diserbu oleh para supir taksi. Gue awalnya nggak mau pake taksi ke bandara, soalnya harganya mencapai 20 ringgit. Harga yang termasuk mahal. Sialnya nggak ada alternatif angkutan lain di Kuching Sentral.



Tapi gue tetap nggak mau rugi. Karena itu gue tetap nggak mau naik taksi yang mangkal di Kuching Sentral. Gue pergi kepinggir jalan, menyetop taksi dan tawar-menawar sekejam mungkin. Hingga akhirnya gue mendapat taksi yang mau mengantar gue ke bandara dengan ongkos hanya 14 ringgit.

Halaman depan Kuching International Airport...


Tadinya sih gue udah bangga aja dengan kemampuan tawar-menawar gue. Setidaknya gue udah menghemat 6 ringgit. Jumlah yang cukup buat sekali makan di gerai fast food. Tapi emang orang Kuching ini lagi kepengen bikin gue kesel kali ya, ternyata perjalanan dari Kuching Sentral menuju Kuching International Airport itu deket banget. Nggak nyampe 5 menit, itupun udah termasuk kena trafick light dan ramainya jalan. Tau gitu gue jalan kaki aja. Hemat 14 ringgit yang sama artinya dengan 2 kali makan di gerai fast food.



Gue ahkhirnya sampai ke Bandara sekitar menjelang setengah 10 pagi. Setelah Checkin tiket pesawat, gue langsung mengabari temen gue di KL soal perubahan rencana pertemuan di sana. Untungnya bandara ada fasilitas wifi gratis, jadi gue bisa terkoneksi dengan internet. 



Karena jadwal penerbangan gue masih lama, sambil menunggu, gue ngider-ngider dulu di dalam airport. Kesimpulan gue, nih airport emang nggak sebesar Soekarno Hatta, namun entah kenapa menurut gue jauh lebih bersih dan terkesan lebih rapi serta modern.   


Gue berusaha mencari tempat untuk nge-charge alat komunikasi. Ada beberapa pilihan gerai waralaba di bandara tersebut. Namun yang menyediakan colokan paling banyak adalah Starbuck. Jadi terpaksa gue memesan double shoot espresso di sana hanya demi untuk ngecharge.



Menjelang pukul 1 waktu Malaysia, pesawat gue menuju Kuala Lumpur berangkat. Tiba di KLIA2 (jadi di KL ada 2 bandara, KLIA1 dan KLIA2) sekitar pukul 3 sore. Gila, ternyata KLIA2 itu guede banget, udah kayak Mall. Gue heran, kenapa di Malaysia Bandara dan Terminal mereka selalu terintergrasi dengan Mall. Buat maksa orang belanja?



Bandara yang kayak Mall (emang mall sih sebenarnya....)

Meeting point gue dan temen gue adalah di KL Sentral. Temen gue nyuruh gue naik KLIA Ekspress yang berharga 35 ringgit. Ini adalah kereta api spesial dari dan menuju bandara. Tapi setelah gue hitung-hitung lagi akhirnya gue memilih naik bus yang cuma 10 ringgit untuk menuju KL Sentral, meski memakan waktu perjalanan setengah jam lebih lama daripada dengan KLIA Ekspress.



Sampe di KL Sentral udah pukul setengah 5 sore. Dan kesan pertama gue liat KL Sentral adalah sumpah rame banget. KL Sentral adalah tempat bertemunya hampir semua moda transportasi di Malaysia. Makanya di sini banyak orang berpindah dari satu angkutan ke angkutan lain. Maka tidak heran tempat itu selalu ramai. Apalagi hari itu masih hari kerja. Dan lagi-lagi, KL Sentral ini juga terintegrasi dengan mall.



Tapi teman yang janjian dengan gue nggak kunjung muncul. Kedua ponsel gue juga udah mati. Ternyata hasil isi ulang di Starbuck nggak cukup. Satu-satunya alat komunikasi yang tersisa adalah laptop di tas gue. Tapi masa iya gue buka laptop di tengah lalu lalang manusia ini. 



Akhirnya gue putuskan buat mampir di MC'D (nama lain gerai waralaba MC Donald, kali aja ada yang nggak tau). Sekalian juga gue belum makan siang. Laper banget. And thanks God, di sana ada wifi. Dan begitu gue cek FB, benar aja, temen gue merubah tempat pertemuan menjadi Bangsar Village. Tempat seperti apakah itu? I have no idea.



Dan mengandalkan info dari teman gue yang bilang naik taksi dari KL Sentral ke sana cuma 5 ringgit, gue coba naik taksi. Tapi apa yang gue dapat, gue ditagih bayaran 15 ringgit. Ternyata yang gue naiki adalah taksi bandara, sementara yang temen gue maksud adalah taksi biasa. Pantes aja gue pake disuruh beli tiket segala. Dalam sehari gue dapat sial dua kali berurusan dengan taksi. 


Dan tibalah gue di Bangsar Village. Just for information, bangsar Village itu semacam plaza gitu. Dan gue nggak tau dimana gue bisa nemuin temen gue itu di sebuah pusat perbelanjaan. Maka terpaksalah gue membuka kembali laptop gue di tengah keramaian orang-orang daripada gue jadi anak hilang dan nangis-nangis ke bagian informasi. And taraaa... ternyata meeting point tempat gue berada adalah sebuah kafe di depan Bangsar Village. Dan akhirnya gue ketemu juga dengan teman gue tersebut. Usai sudah pertualangan gue luntang-lantung sendirian di negeri orang tersebut.




Ketika gue temukan, teman gue baru aja abis makan dengan salah seorang temannya yang asal Malaysia. Temannya teman gue yang asal Malaysia itu adalah salah satu orang penting (gue lupa dia di bagian apa, jadi ditulis orang penting aja) di sebuah perusahaan roti terkenal di Malaysia.



KL malam hari, jalan di depan Bangsar Village...

Setelah teman gue dan temannya temen gue selesai makan, gue dan temen gue diantar dengan mobil oleh temannya teman gue ke Terminal Duta. Awalnya gue dan teman gue mau ke Pudu Sentral, sebuah terminal bus di Kuala Lumpur untuk melanjutkan perjalanan gue ke Thailand. Namun menurut temennya temen gue, posisi gue dan temen gue saat itu (Bangsar Village) dengan terminal Duta jauh lebih dekat. So dengan mobil temannya teman gue, gue dan temen gue diantar ke terminal Duta (sorry kebanyakan kata teman di paragraf ini, emang sengaja!)



Kami udah beli tiket sebelumnya untuk menuju Thailand seharga masing-masing RM60. Cukup mahal memang, tapi sesuai dengan fasilitas bus yang kami dapatkan. Sebuah bus yang nyaman, lapang bakan dilengkapi dengan sinyal wifi sepanjang perjalanan. 



Di terminal Duta kami tiba hampir satu setengah jam sebelum keberangkatan bus. Waktu yang lumayan cukup panjang memang, sehingga gue masih sempat buat makan nasi goreng ayam buatan orang Malaysia dan air sirup buatan orang Malaysia yang dua-duanya sebenarnya sama aja dengan buatan orang Indonesia. Harganya lumayan murah, nggak nyampe RM5, tapi cukup mengenyangkan sambil menunggu bus gue yang baru akan berangkat pukul 10.30 waktu Malaysia.



Tunggu lanjutan cerita gimana serunya gue yang nyebrang ke Thailand di
Sini

7

CATATAN PERJALANAN : SEMALAM DI MALAYSIA part 1

Posted by Santosa-is-me on 11:15 PM in

Inilah kisahku semalam di Malaysia
Diri rasa sunyi aduhai nasib apalah daya
Aku hanya seorang pengembara, yang hina...

Kekasih hatiku pun telah pula hilang...
Hilang tak berpesan aduhai sayang apalah daya
Cinta hampa hidupku pun merana, mana dia...

(D'Lloyd - Semalam di Malaysia)


Lagu di atas adalah bikinan band lawas Indonesia bernama D'Lloyd yang berjudul Semalam di Malaysia. Sengaja gue ambil sebagai pembuka karena menurut gue cocok banget dengan yang mau gue ceritakan di postingan kali ini. Lagu aslinya galau banget. Coba aja dengar.


Ini nyambung dengan postingan gue yang sebelumnya. Buat yang belom baca, boleh klik di mari, biar ceritanya runut dan nyambung.

Jadi, malam itu gue berangkat dengan bus Damri menuju ke perbatasan Indonesia - Malaysia. Awalnya gue pikir, gue mesti berangkat dari tempat gue beli tiket, namun ternyata gue harus berangkat dari terminal antar negara di Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Dan salah satu dosa gue sebagai penghuni Kalbar dan Kubu Raya adalah nggak tau dimana terminal keberangkatan antar negara ini berada. Sering dengar, tapi nggak pernah ke sana.

Maka berterima kasihlah pada penemu GPS, karena berkat tekhnologi satu ini gue berhasil menemukan tempat tersebut yang ternyata nggak jauh. Dan untungnya ternyata gue bukan satu-satunya orang yang nggak tahu tempat tersebut. Di tengah jalan, ketika sedang nunggu di trafick light, ada ibu-ibu yang nanya dimana letak terminal antar bangsa. Gue dengan gaya sok tau nyuruh ibu-ibu itu ngikutin gue, padahal sebenarnya gue juga nggak tau dan cuma ngandelin GPS.

Gue tiba di terminal antar bangsa. Ternyata eh ternyata, terminal antar bangsa ini terlihat cukup gede dan modern. Bahkan boleh dibilang tempatnya jauh lebih keren dari Bandara Supadio yang sekarang. Cuma herannya kok sepi ya? Yang gue liat bahkan pedagang-pedagang juga nggak ada. Cuma satu kios yang buka (dan yang nggak disangka itu, ternyata yang punya kios adalah tetangga gue). Apa gue kemalaman? Atau karena itu hari minggu?

Tepat jam 9 malam, gue berangkat meninggalkan terminal antar bangsa dengan menggunakan bus dari perusahaan bus plat merah. Sebenarnya sih banyak pilihan bus yang bisa dipilih, cuma karena gue nggak pengalaman naek bus, gue taunya cuma Damri doang. And just for information, bus-bus yang ada di terminal tersebut nggak cuma yang mau ke Kuching, ada juga yang mau ke Brunai Darussalam atau kota-kota lain di Serawak.

Perjalanan Pontianak - Kuching itu ditempuh dalam perjalanan yang lumayan panjang. Karena menghabiskan waktu semalaman di dalam bus, kursi penumpang dibuat senyaman mungkin serta dilengkapi AC. Untuk bus yang gue naiki, gue bahkan diberi fasilitas selimut, serta air minum dan snack berupa roti. Harga yang sesuai untuk ongkos mencapai lebih dari Rp. 300.000.

Perjalanan Pontianak menuju Entikong ternyata memang seperti yang banyak diceritakan orang-orang. Meski sepanjang malam itu gue tertidur karena ngantuk banget (maklum, malam sebelumnya gue susah tidur), namun berkali-kali gue terbangun karena bus berguncang keras ketika harus melewati jalan yang rusak. Untungnya gue nggak sendirian malam itu. Yang duduk tepat di sebelah gue ternyata adalah adik kelas gue waktu SMA dulu. Dia PNS di entikong dan tiap saban pekan dia bolak-balik Entikong-Pontianak. Tahan juga dia, salut gue.


Bus Damri, harusnya ditambah fasilitas nasi padang gratis...
Tengah malam bus singgah di sebuah rumah makan padang. Meski tengah malam, rumah makan Padang ini rame banget. Beberapa bus terparkir. Orang-orang pada makan. Histeria ini, bikin gue yang nggak ada rencana makan (secara gue udah makan sebelum berangkat), ikutan makan. Betapa gue nggak sanggup menpertahankan rencana awal gue dan hal-hal kayak beginilah yang sering bikin perjalanan over budget.

Malam itu ada satu hal yang gue lupa lakukan. Karena rencana sebenarnya gue berangkat pake pesawat di minggu siang, maka harusnya gue memberikan kabar ke teman gue yang janjian ketemuan dengan gue di Kuala Lumpur senin pagi. Namun sialnya ketika gue ingat untuk melakukan itu, kedua ponsel yang gue bawa sudah kehabisan baterai. Chaos yang terjadi sehari sebelumnya membuat gue lalai untuk mengisi ulang baterai kedua ponsel gue.

Menjelang pukul 5 bus tiba di PPLB (kepanjangannya PPLB tuh Pos Pemeriksaan Lintas Batas) Entikong. Di depan gerbang udah banyak yang berkerumun sementara PPLB baru buka pukul 5. Waktu menunggu gerbang dibuka, gue manfaatkan untuk sholat Subuh di masjid yang ada di komplek PPLB. Di gerbang PPLB ini juga banyak pengasong yang jual jasa penukaran uang ringgit dan kartu telepon Malaysia. Gue nggak niat beli, jadi gue nggak sempat nanya berapa harganya.


Numpang nunggu gerbang di buka....
Tepat jam 5 pintu lintas batas dibuka. Gue, berserta orang-orang yang udah lumutan nunggu di gerbang akhirnya masuk dan antri biar paspor gue dapat cap sebagai izin lintas batas. Kemudian perjalanan berlanjut ke PPLB Tebedu untuk juga mendapat cap dan izin masuk negara Malaysia. Di sini resmi sudah gue meninggalkan Indonesia dan masuk ke negeri orang Malaysia. Dan melihat negeri orang ini membuat gue iri setengah mati.

Gimana nggak, jika perjalanan Pontianak - Entikong penuh dengan perjuangan melewati jalan yang rusak, maka selepas PPLB Tebedu, jalan mendadak mulus tanpa hambatan. Bahkan sampai memasuki Kuching, tidak ada jalan yang rusak seperti halnya yang terjadi di Indonesia. How pathetic is it?

Menjelang pukul setengah 9 gue memasuki kota Kuching. Dan sekali lagi gue iri. Yang gue lihat adalah sebuah kota yang teratur dan rapi jika di bandingkan dengan Pontianak. Nggak ada bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan jalan raya kayak di Pontianak. Pemukiman juga tampak tersusun dengan baik dan nggak berantakan. Dan yang luar biasanya lagi, terminal busnya kueeerrren abis. Kalo tadi gue sempet muji terminal antar Bangsa di Sungai Ambawang itu keren, sekarang jadi nggak ada apa-apanya dibandingkan terminal bus yang bernama Kuching Central tersebut. Terminal tersebut udah kayak Mall. Lebih tepatnya emang Mall atau terintegrasi dengan Mall. Ruang tunggunya keren banget, udah kayak ruang tunggu airport aja.


Kuching Sentral, di foto dari dalam Taksi. Percayalah, itu beneran Terminal bus...
Okee, cukup untuk hari ini. Gue capek. Tapi perjalanan gue di Malaysia masih berlanjut. Baca aja nanti di Sini nanti ya, kalau udah gue tulis....

Sampai jumpa lagi di part 2, semoga nggak bosan...

1

CATATAN PERJALANAN : KETIKA REALITA TAK SEINDAH RENCANA

Posted by Santosa-is-me on 12:27 AM in
Fyuuuuh.... (menghembuskan nafas berat ceritanya)....

Akhirnya sempat juga gue nge-update nih blog. Sebenarnya udah dari kemaren gue pengen ngeupdate postingan baru di sini, cuma nggak sempat-sempat. Sekarang gue udah sempat, dan gue bawa oleh-oleh cerita yang bakal jadi hiasan nih blog untuk beberapa postingan ke depan.

Judul post gue kali ini emang agak dramatis, tapi sumpah ini bukan gue lagi nyoba nyontek sinetron, atau kepengen nyaingin bapak-bapak India yang nguasain jagad sinetron dan perfilman Indonesia. Ini adalah cerita perjalanan gue kemaren.

Awal cerita ini adalah ketika pertengahan April kemaren gue berencana untuk pergi liburan ke luar negeri. Tujuannya adalah Thailand, karena pertengahan april itu sedang ada Songkran. Songkran adalah tahun baru orang-orang Thailand dan tradisi mereka ketika tahun baru adalah main-main air dan semprot-semprotan (aneh ya????).


Sonkran, tujuan utama gue ke Thailand kemaren.... (sumber)
Gue berencana pergi dengan seorang teman gue yang emang traveler. Dan menurut dia yang emang udah beberapa kali ke Bangkok dan Pattaya, untuk Songkran kali ini lebih baik gue menghindari dua kota itu dan mengusulkan sebuah kota bernama Hat Yai. Menurut dia di Hat Yai, Songkrannya lebih kental dengan aroma tradisi karena di sana nggak banyak bule kayak di Bangkok atau Phuket. Gue yang nge-blank soal Thailand, meng-oke kan saja.

Plan perjalanan awalnya adalah gue berangkat dari Pontianak menuju Kuala Lumpur pake pesawat. Gue emang nggak berangkat bareng teman gue yang ngajak ke Hat Yai tadi, karena dia udah berangkat duluan ke Penang, dan baru bisa datang ke KL sehari setelah jadwal keberangkatan gue. So, rencananya gue bakal bermalam di Kuala Lumpur sendirian. 

Prospek bermalam di Kuala Lumpur ini bikin gue excited banget. Ada banyak pengalaman baru yang bakal gue dapat. Salah satunya adalah nginep di dorm atau hostel. Wuih, ini pengalaman pertama gue, soalnya sebelum-sebelumnya gue selalu nginep di hotel. Ngebayangin sekamar sama orang asing yang nggak di kenal. Gimana kalau seandainya gue sekamar sama Leonardo Dicaprio? (kenapa kalimat terakhir ini terasa aneh?)


Siapa tau Leo ngajakin gue main film "The Beach 2"
Gue juga udah merencanakan perjalanan gue di Kuala Lumpur secara seksama. Tempat-tempat kayak Twin Tower Petronas, Petaling Street, Mesjid Jamek, Masjid Negara, Islamic Art Museum, Makan-makan di Jalan Alor hingga ngunjungi mantan rumahnya P. Ramlee udah masuk ke dalam list gue ketika berada Kuala Lumpur.

Tapi malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Tepat malam minggu, atau malam sebelum keberangkatan gue, ketika dimana gue seharusnya sedang disibukkan buat packing, gue malah mendapat suatu berita yang kemudian menjadi masalah yang mengganggu pikiran gue sepanjang malam itu. Bahkan gue sampe sulit tidur sepanjang malam. Dan entah gimana itu jadi kayak firasat buruk buat gue. Gue jadi gelisah.

Sialnya gue orang yang cenderung intuitif. Bukannya siap berangkat, hingga pagi gue masih berusaha menyelesaikan masalah tersebut biar siangnya gue bisa berangkat. Tapi sialnya sampe jam 12 siang itu, masalah gue tersebut belum juga beres. Dan gue nggak akan bisa berangkat dengan perasaan yang nggak tenang dan gelisah. Liburan macam apa itu jadinya? 

Maka hanguslah tiket Pontianak - KL gue siang itu. Kalo gue pikir-pikir lagi sekarang, gue kadang ngerasa waktu itu gue konyol banget deh. Tapi ya udahlah mau gimana lagi. Pokoknya gue siang itu udah terancam nggak jadi liburan ke Thailand.

Tapi ternyata langit berbaik hati sama gue. Sekitar pukul dua siang, ketika gue udah nyaris yakin buat batal pergi, tiba-tiba ada keajaiban. Masalah gue tersebut mendapat sedikit titik terang. Belum selesai, tapi paling nggak gue bisa sedikit tenang lah meninggalkan Pontianak dan seisinya.

Maka harapan untuk liburan yang sudah hilang itu mendadak muncul lagi. Dengan cepat gue berhitung. Kalau gue batal, rasanya sayang banget. Tiket pulang udah dibeli, hotel juga udah di sewa, jadi kalo gue nggak pergi gue bakal tetap kena tagihan sewa hotel. Belum lagi gue bakal bikin teman gue yang ngajakin ke Thailand kecewa. Lagian gue emang kepengen banget ke Thailand dan liat Songkran. 

Tapi pesawat udah berangkat. Dan itu adalah satu-satunya pesawat rute Pontianak-KL yang ada. Pesawat dengan rute yang sama baru akan ada lagi lima hari kemudian. Ya benar, lima hari kemudian! Ada dari maskapai penerbangan lain, tapi harga tiketnya minta ampun mahalnya.
Pusing mikirin bujet perjalanan yang membengkak...
Setelah berhitung dengan cermat, gue akhirnya menemukan solusi yang kemudian akhirnya gue pilih. Yaitu gue mengubah rute perjalanan menjadi jalur darat dari Pontianak-Sarawak kemudian dari Sarawak naik pesawat ke Kuala Lumpur. Meski kemudian gue rada nyesel juga sebenarnya. Karena kalo ditotal-total, perjalanan dari kota gue ke Kuala Lumpur dengan maskapai lain harganya kurang lebih harga tiket bus ditambah tiket pesawat. Yah, tapi ya udahlah ya. Udah lewat juga, buat apa juga gue sesalin.

Maka sore itu gue dengan agak tergesa-gesa booking tiket pesawat Serawak - Kuala Lumpur (yang muahal minta ampyun), juga tiket bus Damri (gue taunya kemaren itu cuma Damri) Pontianak - Serawak, lalu packing. Dan malamnya, perjalan liburan gue dimulai.

Gue sendiri nggak nyesal dengan pengalaman nyaris batal berangkat kemaren itu. Tapi ada pelajaran yang bisa gue bagi buat teman-teman dari pengalaman ini.
1. Banyak-banyak berdoa. Manusia bisa berencana, Tuhan yang menentukan.
2. Jangan ketinggalan pesawat.
3. Jangan nyalakan ponsel sehari menjelang keberangkatan.
4. Usahakan punya kembaran, jadi kalo batal pergi bisa minta gantiin. Kan sayang tiketnya.
5. Perempuan itu susah dimengerti.

Oke, saran gue di atas emang ngaco dan nggak nyambung. Tapi yang pasti ketika realita ternyata nggak seindah rencana, ya hidup harus tetap berjalan. Apapun pilihan yang diambil bersiaplah untuk mempertanggung jawabkannya (kalo gue mulai bijak gini, tandanya gue udah mulai lelah dan harus segera mengistirahatkan otak :).

Cerita ini bakal bersambung. Lanjutannya bisa di baca di Sini (kalo di klik nggak kebuka berarti sambungannya belum ditulis)

0

SADNESS AND HAPPINESS

Posted by Santosa-is-me on 11:03 PM in
Apa yang kita pikir soal kesedihan dan kebahagiaan? Yang pasti, yang pertama selalu kepengen kita hindari dan yang kedua selalu kepengen kita dapatkan. Tapi gue selalu percaya yang pertama dan yang kedua ini selalu datang silih berganti.

Kebahagiaan dan kesedihan, datang lalu pergi....
Sekedar kabar sedih, banyak yang meninggal kemaren-kemaren. Bibi gue, Olga Syahputra, Mpok Nori, dan Farhat Abbas. Yang terakhir belum meninggal sebenarnya, cuma banyak yang ngedoain, entah kenapa. Tapi selalu saja, yang namanya kematian pasti akan menghadirkan kesedihan. Gue tau banget soal itu. Gue sendiri pernah ngerasa gimana kehilangan salah seorang terpenting dalam hidup gue. Dan ketika itu gue ngerasain gimana rasanya kesedihan. Kesedihan yang boleh dibilang sampai bikin gue jatuh ke bawah.

Gue sadar banget, gimana kesedihan itu mampu menjadi penghancur yang sangat-sangat menakutkan. 

Di lain sisi, ada yang namanya kebahagiaan. Uniknya, kebahagiaan ini sebenarnya sederhana. Gue sendiri ngerasa, kebahagiaan itu tidak perlu hal-hal yang sangat besar. Dia berwujud hal-hal yang simple dan sangat-sangat sederhana sekali. Ngumpul sambil tertawa bareng teman-teman, nemuin anak orang yang nggak rewel dan enak diajak main, makan cireng yang enak, bahkan sekedar dapat kabar bahwa teman memutuskan berjilbab.


Bahkan makan sepotong cirengpun bisa mendatangkan kebahagiaan...
Kebahagian adalah candu yang mampu mengantar ke puncak sensasi dalam pencapaian kehidupan. Kebahagiaan adalah pencapaian tertinggi kehidupan, hanya setingkat dibawah masuk surga. 

Tapi nggak ada yang namanya kebahagiaan abadi dan nggak ada yang namanya kesedihan abadi. Seperti musim, dia datang kemudian pergi, untuk kemudian datang lagi lalu pergi lagi. Nggak ada kebahagiaan dan kesedihan yang menetap. Jadi menurut gue, kalau kita berani hidup maka kita juga harus berani berdamai dengan kesedihan, dan ikhlas ketika kebahagiaan harus pergi juga.

Karena itulah tiap detik dalam hidup harus terasa berharga. Mau itu berwujud kesedihan ataupun kebahagiaan, ia akan memberi hasil, mungkin tidak selalu berwujud kesyukuran, tapi terkadang menjadi pembelajaran. Dan dua-duanya penting dalam hidup.

Maka pada akhirnya yang terpenting adalah kesabaran. Ketika berhadapan dengan rasa sedih, maka bersabarlah karena kesedihan itu akan pergi pada akhirnya. Akan ada hadiah Tuhan yang bakal hadir dalam wujud kebahagian. Begitupun ketika kebahagiaan itu sedang dinikmati, tanamkan kesabaran karena ingatlah bahwa Tuhan tidak akan membiarkan-Mu begitu saja. Dia akan mengujimu sedemikian rupa. Bukan untuk membuatmu susah atau sedih, tapi Dia hanya sedang menyiapkan dirimu agar pantas mendapat sesuatu yang lebih tinggi dari kebahagiaan. Dan juga lebih abadi.

Sesuatu itu namanya Surga.


Udah sabar aja.....

1

APA YANG BISA DIBERIKAN OLEH CINTA?

Posted by Santosa-is-me on 2:41 AM in
Fix, sepertinya gue memang harus musuhan dengan bulan Maret. Bulan ini memang selalu nggak bersahabat dengan kisah cinta gue. Gadis yang sama, patah hati yang serupa, galau yang tidak ada beda dalam dua tahun belakangan ini...

Mungkin gue dulu banyak dosa makanya Tuhan bikin kisah cinta gue kayak begini...

Gue nggak akan curhat di sini, karena gue bukan tipe orang yang doyan curhat-curhat nggak jelas (padahal paragraf sebelumnya juga isinya curhat). Gue cuma pengen nge-deep thinking sedikit saja. Tentang apa sih yang diberikan oleh sebuah cinta hingga bikin kita manusia tergila setengah mati padanya.

Gue sampai sekarang masih percaya dengan yang namanya cinta sejati. Seseorang akan menemukan seseorang yang benar-benar dia cintai dan mencintai dia. Sesederhana itulah cinta sebenarnya. Dua orang bertemu, jatuh cinta, kemudian menikah. Walau dalam kenyataannya tidak sesederhana itu. Cinta adalah hal paling ribet yang mendatangkan sejuta variabel hingga mungkin memunculkan sejuta kemungkinan yang tidak terduga.
Cinta itu melengkapi yang hilang....
Tapi apa sih yang bisa diberikan sebuah cinta? Rasa nyaman, rasa saling melengkapi, rasa cocok, rasa saling sepenanggungan. Bagi gue cinta adalah morfin paling ampuh buat menghadapi kehidupan yang memang penuh dengan hal-hal menakutkan. Lihat aja seorang cowok, berapa banyak ketakutan yang harus dihadapinya dalam hidup : sunat, kejepit resleting, UN, SMPTN, skripsi, nganggur, nikahin anak orang, ngehamilin anak orang (urutannya jangan salah yo) sampailah ke akhirnya mati. Nah cinta, yang bikin semua ketakutan yang dihadapi manusia itu nggak terlalu menakutkan dan bikin paranoid setiap saat. 

Cinta itu berbanding lurus dengan harapan. Seorang yang jatuh cinta adalah orang yang penuh dengan harapan tentang orang yang dicintainya. Begitupun sebaliknya, patah hati adalah bentuk kehilangan harapan kita terhadap orang yang kita cintai. Ketika harapan hilang, rasa sakitnya luar biasa hingga hati kita seolah benar-benar patah. Maka selama masih berharap, berarti masih ada cinta di sana. Yang menyedihkan itu kalo ngarep, itu namanya cinta bertepuk sebelah tangan.

Pada akhirnya, kalau kita coba hayati memang yang diberikan oleh cinta itu adalah harapan. Dan harapan, bagi gue adalah salah satu hal paling penting dalam hidup selain oksigen. Tak ada yang pernah tahu seseorang itu bakal masih ketemu sama hari esok atau nggak, tapi harapan menghadirkan sebuah optimisme. Membuat kita bergairah menjalani hidup. Jadi sederhananya cinta menghadirkan harapan, harapan melahirkan optimisme, dan optimisme menjadikan hidup penuh gairah.

Tapi yang namanya cinta dengan sejuta kemungkinannya, maka tak ada yang linear dalam kisah cinta. Tidak selamanya berakhir bahagia. Tidak juga selamanya berujung perpisahan. Ada banyak variabel dan juga banyak kemungkinan. Bahkan dalam kemungkinan-kemungkinan yang paling tak terduga sekalipun.

Hanya saja gue mau ngasih sebuah nasehat penting, ketika cinta yang kau harap tak mengharapkanmu, maka yang harus kau lakukan adalah pergi. Karena bisa jadi kau hanya akan mengganggu, hanya akan menjadi penghambat langkah, hanya akan jadi duri dalam daging, hanya jadi tembok yang membatas kebahagiaan. 

Idiom yang bilang bahwa cinta itu tidak harus memiliki memang bullshit banget menurut gue. Yang namanya cinta harus diperjuangkan sekuat tenaga. Tapi ya, pada saatnya nanti kita semua akan mengerti, bahwa ada cinta-cinta yang pada saatnya memang harus berhenti kita perjuangkan. Bukan karena dia tidak cukup pantas, bukan pula karena kita menyerah, atau karena kita lelah untuk memperjuangkannya, tapi karena kita tahu bahwa cinta kita hanya akan membuatnya terhalang dari kebahagian dan cinta sejatinya.

Cinta tak harus memiliki, yg penting dia bahagia dan gue (pura-pura) bahagi, hiks...
Cinta memberikan harapan. Terkadang cinta memberikan luka. Tapi yang lebih penting dari itu, harusnya cinta mampu menghadirkan pemahaman.

Bahwa kalo kita cinta sama orang, bukan gimana kita milikin dia, tapi gimana kita bahagiain dia....

1

10 THINGS I LOVE ABOUT "HER"

Posted by Santosa-is-me on 11:28 PM in
Posternya nggak menarik amat ya.....
Mungkin bisa jadi Samantha adalah sosok wanita yang diinginkan semua pria di muka bumi, teman ngobrol yang menyenangkan, cerdas, mendukung perkerjaan si pria, senantiasa ada dan begitu mencintai si pria. Sayangnya Samantha tak pernah punya tubuh. Jika tidak, mungkin dia adalah sosok paling sempurna.
Sebenarnya, tema Artificial Intelligence bukan barang baru dalam dunia film. Dari yang besutan Steven Spielberg hingga yang kemaren, Transcendence yang dibilang banyak orang sebagai kegagalan (kembali) Jhonny Deep. Nah kali ini tema yang sama hadir pula dalam "Her." Uniknya, kisah Artificial Intelligence kali ini hadir dalam wujud sebuah hubungan romantis namun aneh. 

Harus gue akui, gue suka banget dengan film satu ini. Beda dengan cinta yang nggak perlu alasan, suka harus punya alasan. So, inilah dia 10 alasan yang buat gue jadi suka dengan film "Her" ini.

1. Berseting masa depan

Film ini berseting masa depan. Dan bagi gue sangat menyenangkan melihat masa depan yang dibentuk film ini, terasa lebih masuk akal dan real. Tidak ada jor-joran tekhnologi masa depan di film ini. Gue bahkan nggak terlalu ingat seperti apa kendaraan masa depan di film ini. Tapi bagaimana melihat orang bisa mengoperasikan tekhnologi dengan suara serta permainan game yang tampak sangat asyik menurut gue cukup menggambarkan bagaimana kerennya masa depan di film ini. Dan plus, juga sukses menampilkan ancaman yang mungkin terjadi seiring semakin majunya tekhnologi: Orang-orang semakin kesepian.
Gamenya interaktif, sampe bisa maki-maki segala....

2. Joaquin Phoenix

Gue nggak begitu kenal siapa Joaquin Phoenix, yang pasti dia sukses menampilkan sosok Theodore, om-om kesepian dengan kumis gede melintang diatas bibirnya. Gue nggak bisa bilang secara penampilan dia jelek, tapi dengan kumis tersebut gue ngeliat dia tampak lebih membumi. Wuih, liat gambar om Joaquin ini tanpa kumis, beda banget. Untung gue cowok, kalau nggak mungkin gue bisa naksir.


3. Banyak latar gedung tinggi

Di film ini, banyak banget adegan yang mengambil ketinggian sebagai latar. Gue sendiri kadang takut sama ketinggian. Tapi gue selalu percaya, memandang luas dari ketinggian adalah sebuah keindahan. Sebuah kebebasan. Karena itu gue suka banget adegan-adegan film ini yang menampilkan pemadangan dari ketinggian. It's so awesome.

menurut gue ini salah satu perkerjaan paling keren di dunia.... 

4. Perkerjaan Theodore

Gue musti bilang apa soal ini. Gue nggak kebayang ada perkerjaan semacam itu di masa depan: Menuliskan surat untuk orang lain. Menurut gue ini salah satu bentuk imajinasi keren si pembuat cerita. Salut.


5. Suara Mbak Scarlet

Scarlett Johansson, siapa yang bisa menolak nama mbak yang satu ini. Bahkan jika itu hanya dalam bentuk suara sekalipun. Suara mbak scarlett menemani hari-hari mu? Gue juga pengen punya Samantha satu.

Ini yang muncul di kepala gue tiap dengar si Samantha ngomong....

6. Pandangan Theodore tentang pernikahan

Gue suka cara pandang tokoh Theodore soal pernikahan. Meski di cerita dia gagal menjalani pernikahan, dia nggak menyalahkan pernikahan itu sendiri. Dia justru menggambarkan pernikahan itu sebagai sesuatu yang begitu indah, ketika dua orang tumbuh dan berubah bersama. Sambil pula di satu sisi menjelaskan bagaimana proses mereka berubah itu terkadang juga bisa jadi menakutkan dan tidak bisa diterima oleh satu dan yang lainnya.

Seorang om-om kesepian tanpa cinta, It's sounds familiar....
7. Nuansa dari film ini dapat banget.

Bagi gue film ini tentang bagaimana orang-orang merasa kesepian ditengah kemajuan tekhnologi. Dan bagi gue film ini sukses menghadirkan nuansa kesepian dari tiap orang yang ada di dalamnya. 

8. Kisah cinta Theodore dan Samantha yang aneh namun manis

Membayangkan seseorang pacaran dengan aplikasi komputer, mungkin cuma dilakukan sama orang freak dan anti sosial parah. Tapi film ini menghadirkan hubungan manusia - komputer yang manis. Bagaimana Samantha bisa mencintai Theodore dengan penuh hasrat dan berusaha untuk menjadi semakin sempurna dalam mencintai. Begitupun sebaliknya. Bahkan sampai adegan making love-nya (silahkan bayangkan gimana ML sama komputer!)

9. Film ini bagus deh pokoknya

Pokoknya film ini bagus, wajar kalo gue suka. Nggak perlu banyak alasan nonton aja sana gih. Filmnya rada mikir, tapi keren sumpah.

10. Gue nonton yang gratisan

Karena ini film tahun 2013, jadi wajar dong kalau gue nggak nonton di bioskop. Dan harus gue akui gue nonton yang versi downloadan alias bajakan. Please, kelakuan gue ini jangan dicontoh. Dan Tuhan, mohon maafkan hamba.


Eh, Chriss Prat yang main Guardian of Galaxy juga main di film ini sebagai Paul teman kerjanya si Theodore. Awalnya karakter Paul ini anoyying banget, tapi ujung-ujungnya sih baik juga ternyata.



1

MENEMBUS MEDIA

Posted by Santosa-is-me on 9:57 PM in
Sebenarnya gue agak malu buat ngaku sebagai penulis. Karena apa? Ya karena menurut gue yang namanya penulis itu dilihat dari karyanya. Seorang koki disebut koki ya karena dia masak. Kalau lagi nggak masak, kita nggak tau kalo dia koki apa bukan. Koki dinilai dari masakan yang dihasilkan. Begitupun penulis. Disebut penulis karena dia menulis, bukan cuma karena dia ngaku-ngaku. Dan seorang yang menulis akan dinilai kualitasnya dari karyanya.

Gue masih menganggap gaya penulisan gue cetek banget. Gue selalu terpengaruh dengan gaya-gaya kepenulisan dari para penulis favorit gue. Dee yang kerap kali mengangkat tema remeh dan menambah value di dalamnya hingga sanggup jadi sebuah karya yang menyenangkan untuk dibaca. Kurnia Effendi dengan ceritanya yang romantis, dewasa dan penuh cinta. Atau ngikut-ngikut Seno Gumira Ajidarma yang penuh metafora dengan level keabsurdan tingkat tinggi. Sesekali nyontoh pula Aditya Mulya yang kocak nan menghibur. Rada nyontek Fahd Djibran yang penuh perenungan dan filsafat mendalam. Atau yang terbaru terinspirasi dengan Benz Bara aka Bernard Batubara, penulis asal Kalimantan Barat juga yang berhasil jadi penulis beken.
Penulis buku ini masih sekampung sama gue...
Nama-nama besar itu bagi gue adalah guru menulis gue. Gue jauh dari kata pandai "menulis." Tentu menulis yang nggak sekedar menulis. Daya imajinasi gue masih cetek, masih perlu banyak belajar, dan perlu banyak membaca. Gue masih mencari-cari seperti apa sih karakter kepenulisan gue.

Tapi, ada satu hal yang sering kali salah dilakukan oleh para penulis pemula seperti gue ini. Kita terlalu sibuk memikirkan soal hal-hal lain ketimbang lebih dulu bikin karya semisal : Bagaimana caranya menembus media.

Dunia kepenulisan sekarang makin ketat. Dan nggak malu-malu lagi para calon penulis muda ini menjadikan perkerjaan penulis menjadi salah satu pilihan karir. Tapi apa semudah itu? Yang namanya pilihan karir tentu menyangkut kesejahteraan hidup, menyangkut honor, menyangkut masa depan. Dan kalau udah ngomongin materi gini, maka impian semua penulis pemula semua sama: menembus media, nerbitin buku, jadi best seller, hidup sampai tua kaya raya.

Tapi dengan makin banyaknya penulis muda yang nggak kalah berbakat, persaingan menembus media juga kian ketat. Gue sendiri pernah beberapa kali sukses menembus media. Kebanyakan memang media lokal tapi juga pernah beberapa kali menembus media nasional. Untuk Pontianak sendiri, honor menulis memang terbilang sangat kecil. Beda dengan di media-media nasional. Sebutlah macam Kompas atau Tempo yang memang menyediakan rubrik cerpen. Di dua media itu gue pernah nyoba beberapa kali mengirim dan dengan karya yang gue anggap terbaik. Namun hasilnya nihil. Tapi gue maklum juga sih, karena gue harus bersaing dengan nama-nama beken yang selain udah punya nama, mereka juga punya karya yang emang bagus.

Terus gimana dong buat para penulis buat bisa beken, populer dan kaya jika menembus media aja sulit. Sebenarnya bisa aja sih dengan cara menerbitkan sendiri. Bahkan banyak karya sukses yang aslinya adalah karya terbitan Indie. Sebut misalnya Laskar Pelangi yang aslinya hanya sebuah novel terbitan indie yang mau dihadiahkan om Andrea Hirata. Atau E.L. James yang nulis Fifty Shades of Grey yang awalnya merupakan cerita berseri di sebuah Fan Page penggemar Twillight. Itu cuma dua contoh, sebenarnya banyak penulis lain yang juga mulai beralih menerbitkan bukunya sendiri.

Bahkan kalo soal uang, sebenarnya menerbitkan sendiri itu jauh lebih menguntungkan penulis. Beda dengan media dan penerbit yang jika seandainya kita berhasil menerbitkan buku mesti banyak dipotong biaya sana-sini, kalo nerbitin sendiri kita bebas nentuin harga, mau keuntungan berapa, dan mau nyetak berapa banyak juga.

Tapi lagi-lagi semua balik ke karyanya sendiri. Selama bagus sih mau di terbitin di media, atau menerbitkan sendiri, atau membiarkannya dinikmati secara gratis oleh orang lain, nggak akan jadi masalah. Si penulis gue yakin akan tetap mendapatkan penghargaan yang sesuai. Jadi lagi-lagi balik ke karya. 

Jadi pesan gue buat para penulis pemula, jangan pusing-pusing atau capek-capek mikirin gimana caranya nembus media, atau gimana caranya biar bisa nerbitin buku. Jangan! Tugas penulis itu cuma satu: bikin karya sebaik-baiknya. Kalau udah, cepat atau lambat orang-orang akan mengapresiasinya.
Scot Fitzgerald, rambutnya H. Lulung mah kalah...
Tapi jangan sampai kayak Scot Fitzgerald ya, yang mana novel Jay Gatsby-nya baru booming setelah dia udah mati duluan. Dia nggak sempat menikmati hasil dari karya luar biasanya tersebut. So, pilihan ada ditangan kita sendiri, mau tetap berjuang nembus media, atau nyoba menerbitkan sendiri. Terserah. Cuma satu hal aja deh: Jangan pernah berhenti menulis.


Copyright © 2009 BIG RHINO WHO WANTS TO FLY All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.