4
EKSPEDISI PULAU DATUK
Posted by Santosa-is-me
on
9:44 PM
in
Pelesiran
Sebenarnya ini kejadian sekitar satu bulan lebih yang lalu. Cuma kemaren gue belum sempat cerita. Jadi baru sekarang ingat dan akhirnya bikin ini...
Maka berangkatlah gue bersama tujuh orang temen gue dengan menyewa sebuah kapal nelayan. Diantara delapan orang yang ikut itu mungkin hanya gue yang belum punya pengalaman memancing baik di darat ataupun di laut. Gue dulu pernah mancing di parit. Gue memasang pancingan di parit. Dan seminggu kemudian gue angkat, eh ternyata ada ikan. Kalo itu boleh dibilang memancing, maka berarti gue cukup punya pengalaman.
Sebenarnya kegiatan ini cuma buat have fun gue ama temen-temen gue. Jadi niatnya kita pengen nyoba mancing bareng ke laut, kira-kira kayak acara mancing mania yang biasanya ada di tivi-tivi.
Kalo liat yang di televisi sih kayaknya seru banget. Mereka mancing, terus strike dan dapet ikan gede, terakhir ikannya malah di lepas lagi ke laut. Betapa kurang kerjaannya mereka. Maka gue ketika diajak temen-temen, gue langsung mengiyakan, dan membayangkan gue mancing, terus strike, dapat ikan gede, tapi ikannya nggak akan gue lepas lagi ke laut. Gue bukan orang kurang kerjaan. Yah, kecuali kalo yang gue dapat cuma ikan cupang sih...
Perjalanan ini tampak indah di awalnya... |
Perjalanan dimulai langsung dari Pontianak aka menyusuri sungai Kapuas di sore hari. Sempat diselingi acara nungguin temen yang telat di taman-taman alun-alun kapuas (kalo pengen tau kayak gimana tempatnya, datang aja ke Pontianak). Cuaca sore itu cerah. Angin laut berhembus. Gue menikmati keberangkatan itu dengan penuh suka cita. Tanpa ada bayangan bahwa kengerian yang bakal bikin film The Conjuring jadi kayak film komedi sedang menunggu di depan gue.
Ya, kapal nelayan itu berjalan perlahan. Seperti layaknya laut yang biasa, ombakpun membuat kapal terombang-ambing. Awalnya perjalanan itu tampak sempurna, indah, bahkan kami makan malam dengan penuh suka cita. Tapi horor itu akhirnya datang juga. Horor itu bernama mabuk laut.
Bayangkan, kapal berangkat sekitar pukul empat sore. Hingga pukul sembilan malam, belum ada tanda-tanda kapal akan berhenti. Di sini, gue mulai merasa ada yang nggak bener. Bukan di kapalnya, tapi di guenya. Kepala berasa pusing, badan nggak nyaman dan perut berasa mual. Oke, gue simpulkan gue terkena mabuk laut.
Gue sebenarnya udah beberapa kali nyebrang kapal buat ke pulau. Tapi belum ada yang menempuh perjalanan sejauh ini. Akhirnya gue memutuskan untuk tidur demi keselamatan jiwa dan raga gue.
Akhirnya pukul sebelas malam kapal berhenti di tengah laut. Ya, di sanalah spot memancingnya. Maka gue bangun dan bersiap untuk memancing. Tapi sialnya, gelombang masih besar. Kapal terombang-ambing dalam diam. Dan gue tetap mabuk laut.
Sambil menahan muntah, menahan pening di kepala, dan menahan malu, gue tetap bertahan untuk terus memancing. Gue juga ngeliat temen gue kelihatannya pada bersemangat buat mancing. Yang gue nggak tau, temen gue juga ternyata pada mabuk laut semua.
Berawal dari temen gue yang duduk di belakang gue yang muntah. Terus itu menyebar seperti virus. Temen gue yang di depan gue kini yang dapat giliran membuang isi perutnya. Saat itulah gue tau, cepet atau lambat giliran gue bakalan tiba, nggak akan bisa di tahan lagi. Dan bener aja, sekian menit kemudian mubazirlah semua makan malam yang udah gue makan.
Sialnya malam itu, mabuk laut gue yang paling parah. Gue sampai muntah-muntah hingga empat kali, rekor paling banyak. Hingga akhirnya gue memutuskan, sepertinya gue lebih baik segera tidur. Dan malam itu, hampir semua temen-temen gue mabuk laut juga. Kecuali ada dua orang yang entah bagaimana seolah nggak merasakan oleng kapal mengaduk perut mereka. Mereka asyik aja mancing tanpa terganggu.
Paginya, setelah berjalan kembali sekitar sekian jam, kapal akhirnya merapat ke sebuah pulau tak berpenghuni yang dinamai Pulau Datuk. Tidak benar-benar merapat, karena memang tidak ada dermaga di pulau itu. Terpaksa bagi yang ingin ke pulau harus berenang sekian ratus meter. Cukup jauh untuk bikin gue ngerasa bahwa harusnya gue menggantikan David Haselhof main di Baywatch dan gue layak mendapat napas buatan dari Pamela Anderson.
Agak siangan dikit, ketika matahari udah agak condong ke barat, kapal mulai bergerak lagi. Kali ini berniat hendak memancing tongkol. Kali ini gue dan temen-temen gue mengemaskan alat pancing dan membiarkan dua orang ABK kapal memanjang sebuah senar dengan banyak mata kail di sana. Ternyata begitulah cara memancing ikan tongkol, sementara kapal berjalan, pancingan dibiarkan terulur panjang. Sayang tangkapan ikan tongkolnya tak banyak. Mungkin bukan musimnya. Menurut ABK tersebut, kalo lagi musim, sekali jalan buat nangkap tongkol, buritan kapal bisa penuh dengan ikan tongkol yang menggelepar.
Malamnya, kapal berlayar kembali buat mencari spot memancing yang seru. Dan malam itu peruntungan gue dan temen-temen gue lebih baik. Kita mendapat cukup banyak ikan dan juga cumi. Walau tetep saja, menjelang tengah malam, gue dan dua orang temen gue yang memang mengalami mabuk laut paling parah, sudah memutuskan menyerah dan tidur.
Menjelang subuh kapal kembali merapat mendekati Pulau Datuk, namun mengambil tempat yang masih memungkinkan untuk memancing. Menjelang pukul tujuh pagi, kapal mulai beranjak untuk pulang. Sempay singgah di beberapa spot untuk memancing terakhir kali, akhirnya sekitar pukul sembilan kapal meluncur ke Pontianak kembali. Sambil membawa dua box pendingin yang penuh dengan ikan dan cumi. Sayangnya sebagian besar bukan hasil tangkapan gue.
Kalau dihitung secara ekonomi, sebenarnya agak merugikan. Dengan uang sewa kapal itu, dibawain ke pasar, gue dan temen-temen gue bisa dapetin ikan ber box-box lebih banyak. Tapi, ada yang nggak bisa dibeli dengan uang: Pengalamannya. Sensai dapet ikannya, mabuk lautnya, mengenali hidup nelayan dan tentu saja pemandangan pulau datuk yang indah, nggak akan bisa di temui di pasar.
Makanya, kalo lain kali temen-temen gue ngajakin gue mancing, gue mungkin akan bilang tidak ikutan. Tapi gue akan bilang sama siapapun, jangan pernah takut mencoba hal-hal baru. Tidak akan ada ruginya....
Gue sebenarnya udah beberapa kali nyebrang kapal buat ke pulau. Tapi belum ada yang menempuh perjalanan sejauh ini. Akhirnya gue memutuskan untuk tidur demi keselamatan jiwa dan raga gue.
Akhirnya pukul sebelas malam kapal berhenti di tengah laut. Ya, di sanalah spot memancingnya. Maka gue bangun dan bersiap untuk memancing. Tapi sialnya, gelombang masih besar. Kapal terombang-ambing dalam diam. Dan gue tetap mabuk laut.
Berawal dari temen gue yang duduk di belakang gue yang muntah. Terus itu menyebar seperti virus. Temen gue yang di depan gue kini yang dapat giliran membuang isi perutnya. Saat itulah gue tau, cepet atau lambat giliran gue bakalan tiba, nggak akan bisa di tahan lagi. Dan bener aja, sekian menit kemudian mubazirlah semua makan malam yang udah gue makan.
Laut lepas aku pergi.... |
Paginya, setelah berjalan kembali sekitar sekian jam, kapal akhirnya merapat ke sebuah pulau tak berpenghuni yang dinamai Pulau Datuk. Tidak benar-benar merapat, karena memang tidak ada dermaga di pulau itu. Terpaksa bagi yang ingin ke pulau harus berenang sekian ratus meter. Cukup jauh untuk bikin gue ngerasa bahwa harusnya gue menggantikan David Haselhof main di Baywatch dan gue layak mendapat napas buatan dari Pamela Anderson.
Agak siangan dikit, ketika matahari udah agak condong ke barat, kapal mulai bergerak lagi. Kali ini berniat hendak memancing tongkol. Kali ini gue dan temen-temen gue mengemaskan alat pancing dan membiarkan dua orang ABK kapal memanjang sebuah senar dengan banyak mata kail di sana. Ternyata begitulah cara memancing ikan tongkol, sementara kapal berjalan, pancingan dibiarkan terulur panjang. Sayang tangkapan ikan tongkolnya tak banyak. Mungkin bukan musimnya. Menurut ABK tersebut, kalo lagi musim, sekali jalan buat nangkap tongkol, buritan kapal bisa penuh dengan ikan tongkol yang menggelepar.
Malamnya, kapal berlayar kembali buat mencari spot memancing yang seru. Dan malam itu peruntungan gue dan temen-temen gue lebih baik. Kita mendapat cukup banyak ikan dan juga cumi. Walau tetep saja, menjelang tengah malam, gue dan dua orang temen gue yang memang mengalami mabuk laut paling parah, sudah memutuskan menyerah dan tidur.
Menjelang subuh kapal kembali merapat mendekati Pulau Datuk, namun mengambil tempat yang masih memungkinkan untuk memancing. Menjelang pukul tujuh pagi, kapal mulai beranjak untuk pulang. Sempay singgah di beberapa spot untuk memancing terakhir kali, akhirnya sekitar pukul sembilan kapal meluncur ke Pontianak kembali. Sambil membawa dua box pendingin yang penuh dengan ikan dan cumi. Sayangnya sebagian besar bukan hasil tangkapan gue.
Kalau dihitung secara ekonomi, sebenarnya agak merugikan. Dengan uang sewa kapal itu, dibawain ke pasar, gue dan temen-temen gue bisa dapetin ikan ber box-box lebih banyak. Tapi, ada yang nggak bisa dibeli dengan uang: Pengalamannya. Sensai dapet ikannya, mabuk lautnya, mengenali hidup nelayan dan tentu saja pemandangan pulau datuk yang indah, nggak akan bisa di temui di pasar.
Makanya, kalo lain kali temen-temen gue ngajakin gue mancing, gue mungkin akan bilang tidak ikutan. Tapi gue akan bilang sama siapapun, jangan pernah takut mencoba hal-hal baru. Tidak akan ada ruginya....
Nenek moyangnya yang pelaut pasti bangga... |